Hukum dan KriminalNasional

Ada Perbuatan Tapi Bukan Tindak Pidana

Jakarta, Dialog.-      Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui
hakim Florensia Kendengan selaku Ketua majelis dan Toto, Arlandi
masing-masing anggota membebaskan terdakwa Robianto idup dari tuntutan
penuntut umum. Untuk itu, hakim Florensia memerintahkan agar terdakwa
dikeluarkan dari tahanan rutan serta nama baik dan harkat martabat
direhabilitasi. Sedangkan biaya perkara dibebankan kepada Negara.

                Menurut majelis hakim yang membacakan putusan secara
bergantian itu  menyebutkan bahwa apa yang didakwakan jaksa penuntut
umum terbukti secara sah. Namun, perbuatan terdakwa Robianto Idup
tidak dapat dikategorikan tindak pidana karena ada perjanjian antara
PT Dian Bara Genoyang (PT DBG) dalam hal ini terdakwa Robianto Idup
dengan PT Graha Prima Energy yang diwakili saksi pelapor atau yang
dirugikan, Herman Tandrin.

                Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum menyatakan
Kasasi  ke Mahkamah Agung. “Jelas kita akan mengajukan kasasi ke MA.
Namun, demikian saya tetap akan lapor pimpinan dulu,” kata jaksa yang
hadir dan menyatakan ketepatan bukan beliau tim JPU.

                Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
menyatakan terdakwa Robianto Idup terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana pada Pasal 378 KUHP jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1. Untuk itu, jaksa meminta  dalam surat
tuntutannya  agar majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana
penjara selama 3 tahun dan 6 bulan, serta membayar ongkos perkara
sebesar Rp.5.000.-

                Sebelumnya, dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum
menyebutkan terdakwa Robianto Idup selaku Komisaris dari PT Dian Bara
Genoyang (PT DBG) telah merugikan Herman Tandrin selaku Direktur PT
Graha Prima Energy (PT GPE)untuk pembayaran biaya pekerjaan tambang
yang tidak dibayar Juni 2012 49.499 MT  dan Desember 2012  sebanyak
66.001 MT atau senilai Rp.72 miliar. Untuk itu, jaksa dalam dakwaannya
mengancam terdakwa Robianto Idup sebagaimana pada Pasal 378 KUHP dan
Pasal 372 KUHP.

            Perkara ini termasuk aneh karena sebelumnya yang sama-sama
dilaporkan oleh Herman Tandrin yaitu  Ir. Iman Setiabudi selaku
Direktur PT DBG dan Robianto Idup (Komisaris PT DBG). Namun, saat
proses pemberkasan, Robianto Idup kabur. Akhirnya yang disidangkan
adalah Iman Setiabudi dan disebut oleh hakim Kartim Haeruddin terbukti
dan dihukum 1 tahun penjara. Atas putusan tersebut, Iman Setiabudi
tidak banding dan menerima sehingga sudah bebas terlebih dahulu.
Namun, karena tersangka/terdakwa Robianto Idup baru ditemukan penyidik
polisi makanya beda waktu persidangannya.

            Pada sidang putusan kemarin (8-09-2020), ada beberapa
orang pengunjung sidang di ruang utama yang bertanya-tanya, “kok bisa
beda hukuman yang sama-sama jadi tersangka dan terdakawa. Dan malah
pekerja PT DBG yaitu Iman Setiabudi dihukum pidana penjara sementara
Komisaris PT DBG dibebaskan oleh pengadilan”.

            Sebagaimana posisi kasusnya, antara PT DBG dengan PT GPE
ada kerjasama dalam hal pengambilan batu bara di lahan pemberi kuasa
(Kaltim) dalam hal ini Robianto Idup dan Iman Setiabudi kepada Herman
Tandrin. Dalam perjanjian, setiap setelah diambil batu baranya
dibayar. Namun, ada beberapa kali tidak dibayar PT DBG kepada PT GPE.
Sehingga total yang belum dibayar hasil pengurukan batu bara tersebut
seluruhnya Rp.72 miliar.  (tob).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

kirim pesan
Trimakasih Telah Mengunjungi Website Kami