Dr.Burhanudin Gugat UU KY ke MK Minta KY Tidak Berwenang Menyeleksi Hakim Adhoc
Jakarta, hariandialog.co.id. – Salah seorang Dosen
bernama Dr Burhanudin menggugat UU Komisi Yudisial (KY) ke Mahkamah
Konstitusi (MK) dan meminta lembaga tersebut tidak berwenang
menyeleksi hakim ad hoc tingkat kasasi. Menurutnya, kewenangan itu
bertentangan dengan semangat amandemen 1945.
UU yang digugat yaitu Pasal 13 huruf a UU No 18 tahun 2011
tentang KY. Pasal itu berbunyi : Komisi Yudisial mempunyai wewenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. “Menyatakan frase ‘dan
hakim ad hoc’ Pasal 13 huruf a UU KY bertentangan dengan UUD 1945,”
demikian petitum Burhanudin dalam berkas permohonan yang dikutip dari
website MK, Senin (19/10/2020).
Burhanudin memberikan kuasa kepada Wasis Susetio, Prof Zainal
Arifin Hoesein dan Agus Susanto. Pemohon merujuk pada perdebatan rapat
amandemen UUD 1945 1999-2002 yang membahas kewenangan KY. Dalam
perdebatan itu, sempat dibahas kewenangan KY menyeleksi hakim tingkat
pertama dan banding tapi wacana itu tidak disetujui forum. “Apa yang
disepakati adalah kewenangan KY hanyalah dalam proses seleksi hakim
agung saja, tidak termasuk hakim lainnya,” ujarnya.
Pemohon lebih setuju bila seleksi hakim ad hoc cukup
dilakukan oleh panitia seleksi MA. Selain MA yang paling mengetahui
kebutuhan hakim ad hoc, juga tidak memerlukan proses waktu yang lama
dan berbelit hingga masuk ke seleksi di DPR. “Kewenangan Komisi
Yudisial hanya mengusulkan pengangkatan hakim agung, bukan pada
pengangkatan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor dan Pengadilan
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Mahkamah Agung yang
berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung,” ucapnya.
Menurut putusan MK Noor 32/PUU-XII/2014, MK menyatakan dibentuknya
hakim ad hoc pada dasarnya karena adanya faktor kebutuhan akan
keahlian dan efektivitas pemeriksaan perkara di pengadilan yang
bersifat khusus. Pengangkatan hakim ad hoc dilakukan melalui
serangkaian proses seleksi yang tidak sama dengan proses rekrutmen dan
pengangkatan hakim sebagai pejabat negara.
“Berdasarkan argumentasi tersebut di atas, hakim ad hoc pada
Mahkamah Agung tidak sama dengan hakim agung, baik status, fungsi dan
kewenangan yang melekat pada jabatannya. Jabatan hakim ad hoc pada
Mahkamah Agung tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan jabatan
hakim agung,” tuturnya.
Sementara diperoleh informasi bahwa perkara gugatan Dr.
Burhanudin sudah didaftarkan dan sedang mendapatkan proses registrasi
perkara dari kepaniteraan MK. (sidtc/bing).