Mencari Benang Merah Djoko Tjandra, Tommy Sumardi dan Aziz Syamsuddin
Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Bak petir di siang bolong. Nama Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin tiba-tiba disebut Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dalam sidang kasus suap penghapusan “red notice” Djoko Tjandra, terpidana dua tahun penjara dalam kasus korupsi “cessie” (pengalihan hak tagih) Bank Bali senilai Rp 904 miliar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (24/11/20).
Saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Tommy Sumardi, bekas Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu mengungkap pertemuan perdananya dengan Tommy Sumardi yang didakwa sebagai perantara suap Djoko Tjandra. Dalam pertemuan itu, Tommy disebut Napoleon sempat menelepon Aziz Syamsuddin.
Awalnya, Napoleon mengaku ditemui Tommy bersama Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo di ruang kerjanya, awal April 2020. Saat itu, menurut Napoleon, Tommy mengklaim sudah mendapat restu Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri.
Saat itu Tommy Sumardi, menurut Napoleon, meminta bantuannya mengecek status “red notice” Djoko Tjandra. Napoleon mengaku tidak langsung percaya.
“Saya masih belum yakin dan tidak mudah memang meyakinkan untuk urusan sebesar ini. Bercerita terdakwa bahwa beliau ke sini sampai bisa membawa Brigjen Prasetijo Utomo ke ruangan saya itu juga menjadi pertanyaan saya. Kok bisa ada orang umum membawa seorang brigjen polisi untuk menemui saya dan brigjen ini mau,” ujar Napoleon.
“Lalu dia bercerita, terdakwa mengatakan, ini bahasa terdakwa, bukan bahasa saya, menceritakan kedekatan beliau bahwa ke tempat ini sudah atas restu dari Kabareskrim Polri, apa perlu telepon beliau, saya bilang tidak usah. Kabareskrim itu junior saya, tidak perlu. Tapi saya yakin kalau seorang Brigjen Prasetijo Utomo dari Bareskrim dibawa ke ruangan saya ini pasti ada benarnya pendapat terdakwa itu,” imbuhnya.
Setelahnya, Napoleon menyebut Tommy Sumardi menelepon seseorang. Napoleon mengatakan bila seseorang itu ternyata Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin.
“Melihat gestur saya tidak percaya, terdakwa menelepon seseorang. Setelah sambung, terdakwa seperti ingin memberikan teleponnya kepada saya, saya bilang siapa yang Anda telepon, (Tommy Sumardi bilang) Bang Aziz, siapa? Aziz Syamsuddin, oh Wakil Ketua DPR, ya karena dulu waktu Pamen pernah kenal beliau,” ucapnya.
“Jadi saya sambung, assalamualaikum, selamat siang, apa kabar, baik, Pak Aziz saya sampaikan ini di hadapan saya datang Tommy Sumardi dengan maksud tujuan ingin mengecek status ‘red notice’, mohon petunjuk dan arahan Pak. (Aziz menjawab) Silakan saja, Pak Napoleon. Kemudian telepon ditutup, saya kembalikan lagi hand phone milik terdakwa,” imbuhnya (detiknews, Selasa 24/11).
Namun, Tommy Sumardi keberatan dan membantah keterangan Napoleon itu.
Siapa yang benar, Napoleon atau Tommy? Bila keterangan Napoleon dalam kesaksiannya itu benar, lalu apa hubungannya Tommy Sumardi dengan Aziz Syamsuddin? Tommy didakwa sebagai perantara suap Djoko Tjandra, lalu apa hubungannya Djoko Tjandra dengan Aziz Syamsuddin?
Bila mereka saling kenal, wajar. Politisi berkawan dengan pengusaha itu soal biasa. Tapi bila mereka berkolaborasi untuk membebaskan Djoko Tjandra dari jerat hukum, tentu tak benar. Sebab itu menjadi tugas aparat penegak hukum untuk mencari benang merah antara Djoko Tjandra, Tommy Sumardi dan Aziz Syamsuddin. Antara penolakan Aziz untuk menggelar RDP soal Djoko Tjandra, dan penyebutan nama Aziz dalam persidangan kasus suap penghapusan “red notice” Djoko Tjandra.
Bila kita runut ke belakang, mungkin akan dapat ditemukan benang merah yang menghubungkan antara Djoko Tjandra, Tommy Sumardi dan Aziz Syamsuddin.
Saat kasus perjalanan Djoko Tjandra, yang sejak 2009 melarikan diri ke luar negeri, ke Indonesia untuk mengurus Peninjauan Kembali (PK) mencuat ke publik, Ketua Komisi III DPR Herrman Hery disebut sudah melayangkan surat izin kepada Pimpinan DPR untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan dengan Kabareskrim Polri, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, dan Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk membahas kasus Djoko Tjandra.
Ketua DPR Puan Maharani disebut telah memberikan izin. Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar pun disebut sudah menyiapkan undangan. Namun saat undangan tersebut disodorkan ke Aziz Syamsuddin, Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu disebut tak mau tanda tangan.
Aziz sempat berseteru dengan Herman Hery. Aziz pun sempat didemo massa agar dicopot dari jabatannya. Aziz juga sempat dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dengan tuduhan melanggar kode etik. Tapi Aziz bergeming.
Aziz Syamsuddin membantah tak mengizinkan Komisi III DPR menggelar RDP dengan Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo, Jampidum Kejagung Sunarta, dan Dirjen Imigrasi Jhoni Ginting guna membahas kasus Djoko Tjandra. Aziz mengaku hanya menjalankan Tata Tertib DPR.
“Saya hanya menjalankan Tatib dan hasil keputusan Bamus (Badan Musyawarah DPR),” kata Aziz.
Aziz mengaku tak mau melanggar putusan Bamus yang melarang RDP pengawasan dilakukan dalam masa reses. Ia menyebut masa reses seharusnya digunakan anggota Dewan melakukan kunjungan kerja di luar gedung DPR.
“Tentunya saya tidak ingin melanggar Tatib dan hanya ingin menjalankan Tatib DPR dan putusan Bamus, yang melarang RDP pengawasan oleh Komisi pada masa reses, yang tertuang dalam Pasal 1 angka 13 yang menerangkan bahwa masa reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja,” ujarnya (detiknews, Sabtu 18/7).
Bila klaim Aziz Syamsuddin itu benar, maka bekas advokat ini lebih mementingkan prosedur daripada substansi dalam mengungkap kebenaran. Ia lebih mementingkan kebenaran formal daripada kebenaran material. Makin jauhlah keadilan.
Lalu, akankah benang merah antara Djoko Tjandra, Tommy Sumardi dan Aziz Syamsuddin yang menunjukkan indikasi mereka berkomplot untuk membebaskan Djoko Tjandra ditemukan?
Mungkin tidak. Bahkan mungkin tak akan pernah. Sebab, penyebutan nama seseorang dalam sebuah persidangan kasus korupsi itu sudah biasa, dan oleh karena itu jarang ada yang ditindaklanjuti. Apalagi bila seseorang itu sedang berkuasa.
Bukan kali ini saja nama Aziz Syamsuddin disebut. Dalam persidangan kasus korupsi proyek Simulator SIM yang melibatkan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo sebagai terdakwa tahun 2013 lalu, nama Aziz Syamsuddin juga sempat disebut. Tapi Aziz mungkin memang bersih, sehingga ia pun perkasa seperti namanya. Semoga!
Karyudi Sutajah Putra, wartawan, penulis, konsultan