Kenapa Kejaksaan Tak Lakukan Eksekusi Terpidana Mati?
Jakarta,hariandialog.co.id/Dialog – Beberapa tahun belakangan ini,
khusunya semenjak Jaksa Agung dijabat ST.Burhanuddin, kejaksaaan
selaku eksekutor dari putusan, tidak pernah lagi melaksanakan
eksekusi kepada para terpidana mati yang putusan sudah inckrah
(mempunyai kekuatan hukum tetap). Hal tersebutlah yang mengundang
pertanyaan sejumlah kalangan yang mempertanyakan kenapa tak dilakukan
lagi eksekusi kepada terpidana mati?.
Sesuai informasi yang didapat Dialog, hingga berita ini diturunkan
sebanyak 228 terpidana mati yang sudah memiliki hukum tetap,
diataranya lebih didominasi kasus narkoba. Dan sesuai informasi juga,
pihak Kementerian Hukum dan HAM juga keberatan atas tidak dilakukannya
eksekusi mati kepada terpidana mati, mengingat jumlah penghuni Lembaga
Pemasyarakatan terus bertambah, tetapi terpidana mati tidak juga
dieksekusi pihak Kejaksaan selaku eksekutor.
Sementarta informasi lain juga mengatakan bahwa setiap tahunnya
dianggarkan melalui DIPA sebagai biaya eksekusi mati sebesar Rp 3,750
miliar , padahal eksekusi mati tidak ada beberapa tahun belakangan
ini.
Selain itu juga, tidak semua terpidana yang dijatuhi hukuman mati, di
tempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa
Tengah, tetapi mereka berada dalam tahanan di Lembaga Pemasayarakatan
yang ada di tempat wilayah terpidana mati diadili pada peradilan
tingkat pertama.
Terkait hal tersebut, sejumlah pihak khususnya kalangan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) mensinyalir, diperlamanya pelaksanaan
eksekusi mati karena dugaaan adanya kesengajaan karena “upeti” yang
cukup besar.
Untuk itu, sebelum Dialog menurunkan berita ini,terlebih dahulu
melakukan konfirmasi secara tertulis melalui surat konfirmasi
Nomor:1.205/SK-Dia-online/Kfb/10. Tertanggal 26 Oktober 2020 yang
ditujukan kepada Jaksa Agung Bapak ST Burhanuddin, Up. Kapuspenkum
Kejagung Bapak Hery Setiono. Dan surat diterima staf Kapuspenkum
bernama Nandra tanggal 2 November 2020.
Dimana dalam konfirmasi tersebut, Dialog mengajukan 7 pertanyaan,
diantaranya terkait soal1.Kebenaran jumlah 228 orang terpidana mati
saat ini? 2. Kendala apa yang menjadikan belum dilakukannya eksekusi
mati? 3. Apakah benar adanya unsur kesengajaan untuk memperlama
pelaksanaan eksekusi mati karena mendapat “upeti’?. Dan apakah benar
setiap tahunnya dianggarkan melalui DIPA biaya eksekusi mati Rp 3,750
?. Dan apakah benar bahwa tidak semua terpidana mati ditempatkan di
LP Nusakambangan?.
Upaya konfirmasi yang dilakukan Dialog ini demi membuat pemberitaan
berimbang, sesuai perintah Kode Etik Jurnalistik pada Pasal 1, dan
juga Undang Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers. Dimana sebelum
menurunkan berita atau tulisan, wajib dikonfirmasi agar isi
pemberitaan berimbang. Namun hingga berita ini diturunkan
(25/11/20),Jaksa Agung Up. Kapusepenkum Kejagung, Bapak Hari Setyono
tidak menjawab konfirmasi. (Het/tob)