Mensos Juliari Batubara Ditetapkan sebagai Tersangka Korupsi
Jakarta,hariandialog.co.id – Diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sabtu (5/12/20), akhirnya menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi menerima suap.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Juliari P Batubara-pun menyerahkan diri ke KPK.
Dalam kasus menerima suap tersebut, penyidik KPK terlebih dahulu menetapkan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitken di Kemsos, dan Adi Wahyono sebagai tersangka setelah tertangkap[ tangan dalam OTT tersebut. Selain itu dua pengusaha sebagai distributor bansos untuk keperluan masyartakat yang terdampak Covid 19, yaitu: Ardian IM, dan Harry Sidabuke juga ditetapkan sebagai tersangka selaku yang diduga memberikan uang suap.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai, Menteri Sosial Juliari P Batubara bisa terancam hukuman mati setelah terjerat kasus dugaan suap terkait pengadaan bantuan sosial Covid-19.
Mahfud mengatakan, Juliari bisa terancam hukuman mati kendati KPK hingga kini hanya menjeratnya dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Ada Pasal 2 Ayat (2) di UU Nomor 31 tahun ’99, kalau korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu bisa dijatuhi hukuman mati,” ujar Mahfud dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas Tv, Minggu (6/12/2020).
“Nanti terserah KPK, nanti kan terus berproses pendakwaan itu, nanti kita lihat. Tetapi jelas ada perangkat hukum, kalau dilakukan dalam keadaan tertentu,” sambung Mahfud.
Mahfud menjelaskan, ancaman hukuman mati sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.
Adapun Pasal 2 Ayat (2) dalam UU itu menyebutkan, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan”.
Mahfud menjelaskan, hukuman mati bisa diterapkan apabila korupsinya dilakukan dalam keadaan tertentu.Misalnya, negara dalam keadaan bahaya. Kemudian terjadi bencana alam nasional, hingga negara dalam keadaan krisis ekonomi dan krisis moneter.
Sedangkan, dalam kasus yang menimpa Juliari, ia melakukan korupsi ketika status Covid-19 sebagai bencana non-alam. “Akan tetapi, ancaman hukum mati itu bisa tetap dikenakan, hal itu tergantung ahli dalam menafsirkan antara bencana non-alam dan bencana alam nasional,” tukas Mahfud Md.
Selain menetapkan untuk smentara ini 5 orang tersangka, penydik KPK juga menyita hamir 19 miliar lebih uang berupa pecahan rupiah dan dolar sebagai barang bukti.
Dimana dalam kasus ini, Juliari diduga menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sebesar Rp 17 miliar, yang diberikan oleh perusahaan rekanan yang menggarap proyek pengadaan dan penyaluran bansos Covid-19.
Atas perbuatan para tersangka tersebut, mereka dikenai atau disangkakan dengan Pasal l 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (*/Het)