Ditolak 10 Rumah Sakit Rujukan Warga Diduga Covid meninggal Di Taxi Daring
Jakarta, hariandialog.co.id.- Seorang pasien terinfeksi
covid-19 asal Depok, Jawa Barat meninggal di dalam taksi usai ditolak
10 rumah sakit rujukan khusus covid-19.
Hal ini diungkapkan Lapor Covid-19 dan Center for Indonesia’s
Strategic Development Initiatives (CISDI) melalui keterangan tertulis
yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (18/1). “Salah seorang keluarga
pasien di Depok melaporkan pada 3 Januari 2021 anggota keluarganya
meninggal di taksi daring setelah ditolak 10 rumah sakit rujukan
covid-19,” ujar relawan Lapor Covid-19 Tri Maharani.
Belum ada tanggapan dari Satgas Covid-19 Pemerintah Kota Depok
tentang informasi meninggalnya pasien covid tersebut. CNNIndonesia.com
masih berupaya menghubungi Pemerintah Kota Depok untuk meminta
keterangan.
Tri mengatakan, total terdapat 23 laporan kasus pasien yang ditolak
rumah sakit karena penuh, pasien meninggal di perjalanan, dan
meninggal di rumah karena ditolak RS sejak Desember 2020 hingga awal
Januari 2021.
Menurut Tri, laporan ini berasal dari berbagai wilayah Jabodetabek,
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Berkaca pada laporan
tersebut, ia memperingatkan bahwa penanganan pandemi di Indonesia saat
ini berada dalam kondisi genting lantaran kapasitas rumah sakit yang
semakin padat.
Tri menilai hal itu telah terjadi sejak November tahun lalu
yang diperburuk dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 dan libur
panjang akhir tahun. “Tanda-tanda kolaps layanan kesehatan sebenarnya
sudah terindikasi sejak September 2020, yang kemudian mereda pada
periode pemberlakuan PSBB di Jakarta. Jelang pertengahan November
2020, Pilkada Serentak dan libur Nataru memperburuk ketidakmampuan RS
menampung pasien,” terangnya.
Tri juga mengungkap sistem rujuk antarfasilitas kesehatan
yang tidak berjalan dengan baik. Akibatnya banyak warga yang
memerlukan penanganan darurat kesehatan tidak mengetahui harus ke
mana.
Kondisi ini, menurut Tri, diperparah dengan permasalahan sistem
kesehatan yang tak kunjung diatasi, di antaranya keterbatasan
kapasitas tempat tidur, minim perlindungan tenaga kesehatan, dan
ketiadaan sistem informasi kesehatan yang diperbarui real-time.
Tri mengingatkan pada pemerintah untuk memberikan perhatian lebih
kepada tenaga kesehatan. Hingga 15 Januari lalu, tercatat sudah 620
tenaga kesehatan meninggal akibat covid-19.
Tren terbaru menunjukkan, mereka yang meninggal semakin banyak dari
kalangan tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas layanan primer,
seperti puskesmas dan klinik. “Jika tidak segera diatasi, semakin
banyak warga meninggal hanya karena otoritas abai memberikan hak atas
layanan dan perawatan kesehatan,” ucap Tri.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah tak terlena dengan kedatangan
vaksin covid-19 sehingga mengabaikan 3T (testing, tracing, treatment)
yang menyebabkan lonjakan kasus. (cnni/tob).