Kompolnas Respons Kamatian Herman
Balikpapan, hariandialog.co.id.- Komisi Kepolisian
Nasional (Kompolnas) merespons kematian Herman ‘dijemput tak berbaju’
yang tewas saat ditangkap anggota polisi Polresta Balikpapan beberapa
waktu lalu. Namun, Kompolnas bakal meminta klarifikasi dari Polda
Kalimantan Timur (Kaltim) terlebih dahulu.
“Pertama, Kompolnas selaku pengawas fungsional Polri akan melakukan
klarifikasi kepada Polda Kalimantan Timur terkait kasus ini. Kedua,
karena Propam Polda Kalimantan Timur sedang memeriksa ada atau
tidaknya pelanggaran oleh anggota, maka kita tunggu prosesnya,” ujar
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti melalui keterangan tertulis,
Senin (8/2/2021).
Kemudian, Poengky menduga terjadi pelanggaran KUHAP dalam penangkapan
Herman. Hal tersebut didasari dari penangkapan Herman yang dilakukan
oleh anggota polisi Polresta Balikpapan tanpa menunjukkan surat
perintah. Ketika ditangkap, sebut Poengky, maka keselamatan Herman
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Polresta Balikpapan.
“Ketiga, kalau benar keluhan keluarga korban bahwa almarhum Herman
dibawa orang-orang berpakaian preman tanpa menunjukkan surat perintah
penangkapan, serta ternyata diketahui almarhum berada di Polresta
Balikpapan, maka perlu diperiksa apakah benar almarhum dibawa begitu
saja tanpa surat perintah? Jika benar, maka ada pelanggaran KUHAP
disitu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Poengky menyebut perlu dilakukan otopsi untuk mengetahui
penyebab pasti kematian Herman. Pasalnya, keluarga mendapati jenazah
Herman memiliki luka di sekujur tubuhnya.
“Keempat, untuk mengetahui penyebab kematian, perlu ada otopsi.
Apalagi jika diduga kematiannya mendadak dan almarhum berada dalam
tahanan kepolisian. Dengan adanya otopsi akan terlihat almarhum
meninggal dunia disebabkan karena apa, apakah karena penyakit atau
karena penyebab lain. Visum yang dibuat dokter saat kematian, dapat
ditindaklanjuti dengan otopsi,” tuturnya.
Poengky juga meminta setiap penyidik yang sedang bertugas untuk selalu
menerapkan prosedur penangkapan sesuai KUHAP. Bahkan, dia menyarankan
kamera atau CCTV selalu terpasang supaya proses penangkapan dan
interogasi bisa terpantau.
“Kelima, untuk dapat mencegah potensi kekerasan berlebihan yang
dilakukan penyidik, penting sekali bagi penyidik yang bertugas
melakukan penangkapan melaksanakan prosedur penangkapan sesuai dengan
KUHAP serta melaksanakan aturan Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2009
tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM. Selain itu perlu
dilengkapi dengan body camera untuk dapat diawasi prosesnya agar tidak
melanggar HAM. Lebih lanjut, dalam proses interogasi, di ruang-ruang
interogasi perlu dilengkapi dengan kamera CCTV dan prosesnya direkam
dengan video camera,” papar Poengky.
Jika anggota polisi yang bertugas dalam menangani Herman dinyatakan
bersalah, Poengky berharap mereka diberikan sanksi tegas. Dengan
begitu maka kepercayaan masyarakat terhadap polri bisa meningkat.
“Keenam, jika benar anggota terbukti melakukan kekerasan berlebihan,
maka atasannya dan pengawas internal diharapkan memberikan sanksi
tegas sesuai dengan kesalahannya, yaitu dengan diproses pidana dan
diproses etik. Hal tersebut akan menimbulkan efek jera dan tidak akan
lagi mereproduksi kekerasan. Selain itu akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada Polri,” kata Poengky.
“Polri harus serius melanjutkan Reformasi Kultural Polri. Masyarakat
berharap seluruh anggota Polri menjadi aparat yang humanis dan
benar-benar melindungi masyarakat,” tandasnya.
Sebelumnya, Polda Kalimantan Timur (Kaltim) sedang memeriksa anggota
Polresta Balikpapan setelah seorang tahanan bernama Herman dijemput
saat tak berbaju sebelum kemudian dinyatakan tewas. Mabes Polri pun
turut memantau kasus ini.
“Biarkan Propam Polda (Kaltim) bekerja sesuai tupoksinya,” ujar Kadiv
Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dihubungi, Minggu (7/2).
Herman yang merupakan tahanan Polresta Balikpapan meninggal dengan
luka di sekujur tubuhnya setelah ditangkap oleh anggota Polresta
Balikpapan. Keluarga Herman pun melaporkan peristiwa ini ke Propam
Polda Kaltim.
Kematian Herman seperti yang dijelaskan di atas disampaikan LBH
Samarinda seperti dalam keterangan pers mereka yang dikutip Minggu
(7/2). LBH Samarinda menyebut peristiwa ini terjadi pada 2 Desember
2020 malam di mana saat itu Herman yang disebut sedang berada di
rumah, kemudian didatangi orang tidak dikenal.
Herman disebut dibawa pergi oleh orang tak dikenal itu dalam posisi
bertelanjang dada alias tidak memakai baju dan mengenakan celana
pendek berwarna hitam. Belakangan, LBH Samarinda menyebut orang tak
dikenal yang membawa pergi Herman itu diketahui anggota Polresta
Balikpapan.
Keesokan harinya, keluarga disebut mendapat kabar dari Polresta
Balikpapan kalau Herman telah tewas. Polisi disebut mengatakan Herman
tewas karena buang air dan muntah saat diberi makan.
LBH menyebut jenazah Herman kemudian dibawa pulang pihak keluarga,
namun keluarga kaget setelah melihat jenazah Herman yang penuh luka di
sekujur tubuhnya, bahkan ada darah segar yang mengalir dari salah satu
bagian tubuhnya.
“Kemudian pada tanggal 4 Desember 2020, sekitar pukul 08.30 Wita,
jasad korban tiba di rumahnya yang diantar oleh personel Polresta
Balikpapan. Pihak keluarga kemudian memutuskan untuk membuka kafan
pembungkus jasad korban dan ditemukan luka sayatan di hampir seluruh
tubuh korban dengan darah segar yang masih mengalir, serta lebam dan
luka lecet di bagian punggung korban,” jelas salah satu Tim Advokasi
LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi.
Karena inilah keluarga Herman melaporkan peristiwa ini ke Propam Polda
Kaltim. Namun hingga saat ini keluarga Herman disebut belum
mendapatkan laporan lanjut.
Fathul mengatakan keluarga Herman berharap Propam Polda Kaltim segera
menemukan pelaku kekerasan terhadap Herman. Saat ini keluarga Herman
sudah memasukkan pengaduan pembunuhan terhadap Herman kepada
Direktorat Reserse Kriminal Umum dan ditembuskan kepada Bidang Propam
Polda Kaltim. (dtc/han)