Hukum dan Kriminal

Diduga Malpraktik Penerbitan Izin: 24 Warga Gugat Berdirinya Kedutaan India

Jakarta, hariandialog.co.id.– Sebanyak  24 warga, Setiabudi, Jakarta
Selatan, menggugat Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) milik Kedutaan
India

ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan nomor perkara
93/G/2024/PTUN.JKT.

            Dr. David ML Tobing mengatakan selaku kuasa hukum warga
menggugat pembatalan terbitnya izin PBG karena dianggap melanggar
hukum dan tidak melalui prosedur yang benar, khususnya terkait izin
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
            David menjelaskan, PBG adalah Persetujuan Bangunan Gedung,
atau perizinan yang dikeluarkan pemerintah untuk membangun,
merenovasi, merawat, atau mengubah bangunan gedung. Yang dalam kasus
pembangunan Gedung Kedutaan Besar di Jl. HR. Rasuna Said Kav S-1,
Setiabudi, Jakarta Selatan direkayasa sedemikian rupa.
             Karena warga berada dipihak yang benar, saat gugatan di
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 29 Agustus 2024, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta kalah dan kemudian mengajukan banding.  “Kita
sudah mengikuti mereka banding dan tentu kita sudah memasukkan memori
banding. Ya, sepertinya dalam proses persidangannya bakal segera
dimulai dalam waktu dekat,” jelas David.
           Warga yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan Gedung
apartemen Kedutaan India itu, menyatakan dengan tegas, menolak di
berbagai pertemuan dengan instansi terkait. Karena, masyarakat sekitar
tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan perizinan proyek.
           Pada 14 Juni 2024, warga terdampak juga mengajukan gugatan
perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN
Jaktim) terhadap tiga pihak yang dinilai merugikan warga, yaitu: PT
Waskita Karya (kontraktor pembangunan) sebagai Tergugat I, Kedutaan
Besar India sebagai Tergugat II, dan  PT Bita Enarcon Engineering
(konsultan proyek) sebagai Tergugat III.
            Dalam gugatan ini, warga menuntut ganti rugi sebesar Rp 3
triliun atas kerugian immaterial yang mereka alami, serta denda Rp 10
juta per hari jika pembangunan tidak dihentikan sesuai perintah
pengadilan.
            Kemudian,  Ketiadaan AMDAL dan Izin Lingkungan. Warga
menyatakan bahwa proyek ini dilakukan tanpa izin AMDAL yang sah dan
tanpa hak mereka sebagai warga yang terdampak langsung tidak
dihormati. Mereka juga mencurigai bahwa pihak yang disebut sebagai
warga terdampak dalam dokumen izin adalah mereka yang tinggal jauh
dari lokasi proyek.
          Perjuangan warga merebut keadilan, untuk sementara tidak
sia-sia, karena dalam Sidang dan Putusan PTUN Jakarta, atau tepatnya
pada tanggal 29 Agustus 2024, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan warga
dalam perkara nomor 93/G/2024/PTUN.JKT. Majelis hakim yang dipimpin
oleh Hastin Kurnia Dewi, bersama dengan dua hakim anggota Arifuddin
dan Yustan Abithoyib, menyatakan bahwa Persetujuan Bangunan Gedung
(PBG) dengan nomor SK-PBG-317402-01092023-001 dibatalkan.
         Isi Putusan PTUN Jakarta memerintahkan DPMPTSP Provinsi DKI
Jakarta untuk menunda pelaksanaan pembangunan gedung tersebut hingga
adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan putusan ini,
seluruh kegiatan konstruksi yang dilakukan oleh PT Waskita Karya
sebagai kontraktor harus dihentikan. (yuza-01).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

kirim pesan
Trimakasih Telah Mengunjungi Website Kami