Jakarta, hariandialog.co.id.- Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) RI menyepakati asumsi dasar ekonomi makro untuk Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 dalam rapat kerja pada hari
ini, Senin, 7 Juli 2025.
Pertumbuhan ekonomi tahun depan dipatok antara 5,2 hingga 5,8
persen. Sebelum menentukan hasil rapat hari ini, Komisi XI DPR telah
membentuk tiga panitia kerja (panja) yakni panja pertumbuhan, kemudian
panja penerimaan, dan panja defisit. “Panja-panja sudah melaporkan
semuanya di rapat internal Komisi XI. Hari ini kita memutuskan
mengenai kesimpulannya,” ucap ketua Komisi Mukhamad Misbakhun di
kantor DPR, Senin, 7 Juli 2025.
Setelah tiga panja melaporkan hasil rapat, Misbakhun
membacakan kesimpulan hasil asumsi makro yang ditetapkan. Pertumbuhan
ekonomi secara persentase year-on-year (yoy) disepakati sesuai besaran
yang ada dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
(KEM PPKF), yakni 5,2-5,8 persen.
Inflasi secara yoy disepakati di kisaran 1,5-3,5 persen.
Nilai tukar rupiah per dolar Amerika Serikat ditetapkan pada rentang
16.500 sampai 16.900. Tingkat suku bunga surat berharga negara (SBN)
bertenor 10 tahun dipatok 6,6 persen sampai 7,2 persen.
Seusai rapat, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
menjelaskan bahwa pemerintah dan legislator juga membahas mengenai
indikator-indikator kesejahteraan, seperti tingkat kemiskinan dan
tingkat pengangguran. “Tingkat kemiskinan ekstrim akan diupayakan
untuk mendekati atau mencapai 0 persen,” ucapnya.
Angka tingkat pengangguran pada 2026 disasar dalam rentang
4,44 persen hingga 4,96 persen. Sedangkan tingkat kemiskinan pada
rentang 6,5-7,5 persen.
Sementara itu, defisit APBN 2026 disetujui antara 2,48
persen hingga 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Dengan
persetujuan hari ini kami nanti akan menyusun RAPBN dan nota keuangan
yang nanti akan disampaikan oleh Bapak Presiden pada tanggal 16
Agustus 2025,” ujar Sri Mulyani, tulis tempo. (qiqi-01)
