Jakarta, hariandialog.co.id.- Eks Sekretaris Badan Usaha Milik Negara
Muhammad Said Didu, menyentil pejabat kabinet Indonesia Maju.
Pemerintahan yang dipimpin Presiden ke-7 Jokowi.
Dia menanyakan nasionalisme sejumlah eks pejabat. Mulai
Presiden Jokowi, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut
Binsar Pandjaitan (LBP, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan
Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Bapak Jokowi, LPB, Bahlil, dan Ibu SMI,
kemana nasionalisme Bapak/Ibu gadaikan saat membebaskan pajak,
Bea/Cukai, dan TKA untuk smelter yang dibangun oleh perusahaan China,”
kata Didu dikutip dari unggahannya di X, Senin, 1 Desember 2025.
Di sisi lain, kebijakan serupa tak diberikan untuk
perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Sementara saat yang sama
tidak membebaskan untuk BUMN (Antam dan Vale),” ujarnya.
Karenanya, Didu meminta para bekas pejabat itu bertanggung
jawab. “Saatnya Bapak/Ibu bertanggung jawab!!!” pungkasnya.
Diketahui, di era Jokowi pemerintah Indonesia tidak
membebaskan pajak dan bea cukai secara spesifik hanya untuk smelter
China. Melainkan menyediakan insentif fiskal umum (seperti tax holiday
dan pembebasan bea masuk) bagi semua investasi industri pionir
termasuk pembangunan smelter, yang memenuhi kriteria tertentu,
terlepas dari negara asal investornya.
Walau demikian, kriteria dan syaratnya dianggap hanya
menguntungkan China. Itu sebelumnya diungkapkan sejulah pihak, seperti
almarhum ekonom Faisal Basri. “Jadi hilirisasi di Indonesia
nyata-nyata mendukung industrialisasi di China,” kata Faisal kala itu.
Bahkan, dia mengatakan hilirisasi hanya membuat China untung
90 persen. Sementara Indonesia hanya 10 persen.
Dia mengatakan, perusahan-perusahaan smelter China menikmati
‘karpet merah’ karena dianugerahi status proyek strategis nasional.
Regulasi itu mulanya diatur dalam domain Kementerian Keuangan dan
belakangan lewat Peraturan Pemerintah dilimpahkan kepada Kementerian
Investasi/BKPM
“Namun, apakah uang hasil ekspor mengalir ke Indonesia? Mengingat
hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100 persen
dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas, maka
adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke
luar negeri atau ke negerinya sendiri,” kata Faisal,tulis fajar
(keano-01)
