JAKARTA, hariandialog.co.id – Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) menilai keterangan yang disampaikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Pers dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) di Mahkamah Konstitusi (MK) belum menjawab substansi persoalan yang menjadi dasar permohonan Iwakum.
Ketua Umum Iwakum Irfan Kamil menilai penjelasan DPR yang disampaikan Anggota Komisi III Rudianto Lallo masih bersifat normatif dan belum menyentuh akar masalah yang dihadapi wartawan di lapangan.
“DPR hanya menjelaskan maksud pembentukan UU Pers tanpa menjawab bagaimana mekanisme perlindungan hukum terhadap wartawan dijalankan secara konkret,” kata Kamil dalam keterangan tertulis, Rabu (29/10/2025)
Menurut Kamil, penjelasan Pasal 8 UU Pers yang hanya menyebut bahwa wartawan memperoleh perlindungan hukum berupa “jaminan dari pemerintah dan masyarakat” menimbulkan ketidakpastian hukum.
Frasa tersebut tidak menjelaskan siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana bentuk perlindungan itu dijalankan.
“Kalimatnya kabur. Tidak jelas siapa yang memberi perlindungan, prosedurnya bagaimana, dan dalam bentuk apa. Akibatnya, wartawan tetap berisiko dikriminalisasi dengan pasal-pasal pidana umum di KUHP,” ujarnya.
Dalam sidang di MK, Dewan Pers menyatakan bahwa Pasal 8 UU Pers sebenarnya sudah memberikan perlindungan hukum kepada wartawan. Namun, menurut Iwakum, pandangan itu keliru lantaran tidak mencerminkan realitas yang terjadi di lapangan, di mana masih banyak wartawan menghadapi kriminalisasi dan gugatan hukum atas produk jurnalistiknya.
“Faktanya, banyak wartawan tetap dipidana atau digugat perdata meski sudah ada UU Pers. Jadi bagaimana bisa dikatakan norma itu sudah cukup memberikan perlindungan?” kata Kamil.
Kamil pun menyinggung pertanyaan Ketua MK Suhartoyo usai DPR dan Dewan Pers memberikan keterangan dalam sidang tersebut. Menurutnya, pertanyaan Suhartoyo menggambarkan bahwa bahkan Mahkamah Konstitusi melihat adanya ketidaktegasan norma dalam Pasal 8 UU Pers.
“Ketua MK mempertanyakan mengapa perlindungan hukum wartawan masih harus diamankan dengan nota kesepahaman antara Dewan Pers dan aparat penegak hukum kalau normanya sudah jelas. Itu menunjukkan memang ada masalah di tingkat norma,” kata Kamil.
Sementara itu, Koordinator Kuasa Hukum Iwakum Viktor Santoso Tandiasa menegaskan bahwa permohonan uji materiil yang diajukan IWAKUM justru bertujuan mempertegas norma yang selama ini kabur.
Ia menilai sikap Dewan Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang terkesan menolak langkah IWAKUM menunjukkan ketidakpahaman terhadap tujuan permohonan tersebut.
“Lucunya, justru organisasi-organisasi wartawan seperti Dewan Pers, AJI, dan PWI malah terlihat menolak upaya kami memperjelas norma yang melindungi wartawan. Padahal, tujuan kami murni memperkuat perlindungan hukum, bukan sebaliknya,” kata Viktor.(han-01)
