Jakarta, hariandialog.co.id.- ALIANSI Jurnalis Independen (AJI)
bersama koalisi Reformation for Police (RFP) menerbitkan buku hasil
liputan mengenai kasus-kasus yang melibatkan polisi bertajuk “Catatan
Kelam Perilaku Polisi, Menagih Reformasi Polisi”. Liputan yang
melibatkan polisi dan sejumlah media lokal ini dilakukan terbatas di
enam provinsi, yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Lampung.
Ketua AJI Indonesia Nani Afrida menyampaikan, temuan dari
liputan ini menunjukkan satu pola yang konsisten, yaitu penegakan
hukum sering dijalankan dengan standar ganda oleh institusi
kepolisian. Hal ini, tercermin dalam perilaku personel Polri yang
sering memanfaatkan wewenang untuk menekan dan melakukan kekerasan,
mulai dari pemukulan warga, penangkapan, penyiksaan, pembungkaman,
kekerasan seksual, hingga pelanggaran prosedur penanganan.
“Kasus-kasus ini tidak berdiri sendiri, tetapi
merefleksikan permasalahan struktural di tubuh kepolisian,” kata Nani
dalam sambutannya pada diskusi publik yang digelar di Jakarta, Rabu, 7
Oktober 2025.
Dalam buku ini, AJI menyebutkan, berdasarkan data PIAR NTT,
terdapat tujuh kasus kekerasan seksual di Polda NTT yang melibatkan
anggota Polri berpangkat perwira dan bintara pada Januari-Agustus
2025. Dari tujuh kasus ini, hanya kasus yang dilakukan mantan Kapolres
Ngada, Fajar Widyadharma Lukman, yang sampai ke pengadilan, sementara
enam lainnya hanya ditindak dengan sidang etik dan berujung pada
pemecatan dua orang anggota.
Selain itu, AJI mengungkap kasus extrajudicial killing atau
pembunuhan oleh aparat tanpa dasar hukum yang terjadi di banyak
daerah. Di antaranya, kasus warga yang tewas di Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan dan Lampung. Pelajar Gamma di Semarang yang tewas ditembak
Aipda Robig Zaenudin yang kemudian ditangani dengan intimidasi dan
drama untuk menutupi fakta sebenarnya. Kemudian, kada sejumlah kasus
di Sulawesi Selatan dan Lampung yang belum pernah diangkat di media.
Sekretaris Jenderal AJI Bayu Wardana menyebut, kumpulan
liputan ini mempunyai pesan khusus kepada Presiden dan DPR, bahwa
insitusi kepolisian perlu direformasi. Pihaknya berharap Komite
Reformasi Kepolisian yang akan dibentuk presiden belajar dari
kasus-kasus kejahatan yang melibatkan polisi, menemukan akar masalah
dan berani melakukan reformasi secara sistemik pada tubuh Kepolisian.
“Indonesia yang demokratis membutuhkan kepolisian yang humanis dan
adil dalam penegakan hukum. Bukan polisi yang menginjak-injak hukum
dan anti demokrasi,” ujar Bayu.
Sebelumnya, Menteri Sekretariat Negara Prasetyo Hadi
mengatakan Presiden Prabowo Subianto akan melantik Komisi Reformasi
Kepolisian pekan ini. “Akan diumumkan dan dilantik oleh Pak Presiden,”
kata Prasetyo di kawasan Monas, Jakarta, Ahad, 5 Oktober 2025.
Politikus Partai Gerindra ini enggan membocorkan kapan
tepatnya pelantikan dilakukan. Sebelumnya, ia telah memastikan bahwa
Komisi Reformasi Kepolisian beranggotakan sembilan orang.
Salah satu di antaranya ialah pakar hukum sekaligus mantan
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md.
Mahfud pun telah membenarkan hal tersebut, tulis tempo. (tob)