Dialog

Berkurban Didorang Kutbah Jum’at

         Oleh : Muhammad Halim

            Hari Jumat, 6 Juni 2025, adalah bertepatan 10 Dzulhijah
1446 Hijjiriah.

            Pagi hari Umat Muslim mulai dari anak – anak hingga
dewasa, kaya atau juga yang kurang mampu semua berkumpul di depan
depan halaman masjid atau lapangan terbuka untuk melaksanakan sholat
Idul Adha 1445 H.

            Menjelang siang atau tepatnya pukul 11.50 sebelum azan
untuk panggilan sholat Jum’at. “Ayouk sholat Jum’at,” ajak putraku
bernama Muhammad Faturochim

            Kamipun melangkahkan kaki  bersama  putraku tiga orang
menuju masjid Al-Mutaqim yang tidak jauh dari rumah.

            Seperti biasa kami berempat mengambil tempat duduk di
lantai dua. Dan sebelumnya sudah terdengar pengumuman dari pengurus
masjid yang memberitahukan bahwa yang menjadi Imam Ustad H. Taufiq,
Sag.

            Sudah kebiasaan saya di setiap sholat Jum’at dimanapun
selalu mencatat kutbah dan membagikan kepada rekan-rekan kaum muslim
isi khutbah. Bahkan, karena sudah kebiasaan bila suatu Jumat tidak ada
saya kirim melalui whatsApp (wa) pasti ada pertanyaan langsung kenapa
tidak ada kiriman khutbah Jum’at. Jadi sudah seperti keharusan kutbah
Jumat harus diperhatikan dan dengan kecepatan jari mengetikkannya di
handphone untuk selanjut di sharekan.

            Kutbah Jum’at, yang bertepatan hari raya Idul 1446 H,
menyangkut keiklasan berkurban atas hewan sesuai dengan kemampuan.
“Bagi saudara-saudara ku yang mampu mari kita berkurban sebagaimana
kemampuan kita. Sesuai janji Allah, bahwa hewan kurban akan menjadi
kendaraan kita menuju surga nantinya. Jadi waktu yang tepat untuk
berkurban hari ini,” kata sang Imam Masjid itu.

            Usai sholat Jum’at kami jalan bersama putra-putra ku
menuju tempat tinggal.

            Sesampai di rumah, putraku Muhammad Faturochman meminta
agar mencerna apa kutbah Jumat tadi untuk berkurban. “Ayouk kita cari
kambing untuk kita kurbankan. Saya tau Bapak punya rezeki dan mampu
untuk membeli hewan kambing untuk di kurbankan,” pinta putraku yang
dipanggil sehari hari Aan.

            Kamipun berdua berangkat mencari hewan kambing untuk
dikurbankan. Ketepatan tidak jauh dari tempat tinggal ada penjual
hewan kurban kambing dan sapi. Namun, sesuai kemampuan hanya seekor
kambing yang dihargai Rp.3,8 juta.

            Setelah pilih dan pilih ada seekor kambing yang menurut
saya dan putraku cukup bagus, besar dan sehat. Dengan menggunakan
sepeda motor kami bawa kambing itu dan diserahkan kepada pengurus
masjid Al-Mutaqim yang khusus menerma hewan kurban. Setelah dicatat
dan dilafalkan penerimaan hewan kurban kambing, kami disuruh
mengantarkannya ke tempat penampungan yang tidak jauh dari masjid
Al-Mutaqim.

            Sesampainya di penampungan hewan Kurban, kambing yang kami
bawa langsung disambut rekan-rekannya sesama kambing. Ketepatan di
lokasi tersebut tanah kosong milik warga dan banyak dedaunan untuk
makanan kambing juga sapi.

            Saya bersama putraku ‘Aan’ mengambil dedunan dan
memberikannya kepada hewan kurban kambing. Kambing tersebut senang
kami beri makanan daun-daunan. Namun, pada saat kami mau pulang, sang
kambing kakinya yang depan dilipat seperti menyembah ‘jangan
ditinggalkan’. Sambil “membe’ sang kambing terus bersuara. Seperti
menangis.

            Keesokan harinya, tepatnya hari Sabtu, 7 Juni 2025,
waktunya pemotongan, kami datang untuk melihat dan menyaksikan
pemotongan. Panitia menyarankan agar saya yang memotong sendiri sang
kambing tersebut sambil memberikan pisau. Namun, dengan halus saya
sampaikan tidak berani.

            Saat tukang potong dan tim menidurkan kambing di tempat
pemotongan, kambing itu masih mengembek terus terus. Setelah saya
pegang kepalanya sambil berkata dalam hati- bismillah, alhuakbar
berkali kali dan memohon maaf, langsung si kambing terdiam seperti
pasrah dan iklas untuk disembelih.

            Saya langsung membayangkan dan berpikir, hewan saja tidak
iklas untuk disembelih. Bagaimana dengan ke iklasan Nabi Ismail yang
siap disembelih oleh Bapaknya Ibrahim.
 Saya meneteskan air mata, akan ke iklasan Nabi Ismail AS meruntun
dengan kutbah Jum’at untuk menjadi pengkurban, walau hanya seekor
kambing.  ******

By dialog

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *