Bandung, hariandialog.co.id.- Duka ganda dialami oleh penyintas
pemerkosaan yang dilakukan oleh Priguna Anugerah Pratama, 31 tahun,
dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran (Unpad). Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat
membenarkan bahwa ayah korban, yang sebelumnya sedang sakit dan
didampingi oleh korban di rumah sakit, telah meninggal. “Karena
penyakitnya katanya kritis. Tapi juga tidak dapat info penyakitnya
apa,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar,
Komisaris Besar Surawan, lewat sambungan telepon kepada Tempo pada
Kamis, 10 April 2025.
Surawan hanya menyampaikan ayah korban meninggal di Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin, Bandung, tempat anaknya
diperkosa oleh dokter residen Unpad, Priguna. Ia tidak tahu persis
tanggal ayah korban meninggal.
Sebelumnya, Priguna diketahui membius korban, FH, 21
tahun, terlebih dahulu sebelum melakukan kekerasan seksual
terhadapnya.
Dirkrimum Polda Jabar mengatakan, korban awalnya menunggu
ayahnya yang sedang sakit di RSHS Bandung. Kemudian, pelaku datang
dengan dalih ingin mengambil sampel darah korban. Menurut pelaku,
pengambilan sampel dilakukan untuk keperluan transfusi darah bagi ayah
korban.
Pelaku kemudian mengajak korban ke gedung baru RSHS Bandung
di lantai tujuh. Kejadian ini berlangsung pada 18 Maret 2025, sekitar
pukul 00:30 WIB. Korban diminta membuka pakaiannya untuk bersalin
dengan baju operasi. “Kemudian dimasukkan jarum infus sampai beberapa
kali. Sudah berhasil, kemudian disambungkanlah ke infus itu. Di
tubuhnya itu cairan semacam obat bius,” ucap Surawan.
Ketika korban terbangun, waktu sudah menunjukkan pukul
03:30 WIB. Surawan berkata korban bangun dalam keadaan pusing dan
sempoyongan. Korban lalu turun untuk bertemu keluarganya. “Kemudian
saat dia buang air kecil, alat vitalnya terasa sakit,” ujar Surawan.
Setelah itu, korban memberi tahu keluarganya dan segera
melapor ke pihak RSHS Bandung. Dokter di rumah sakit itu kemudian
mengecek keadaan korban, dan ditemukan bahwa telah terjadi hubungan
seksual yang tidak disadari oleh korban. “Dilakukanlah swab, kemudian
ditemukan ada cairan sperma dan segala macam,” kata Surawan.
Pada sore hari, pihak RSHS Bandung melaporkan tindakan
kekerasan seksual itu kepada Polda Jabar. Penyidik kepolisian
melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) pada 19 Maret 2025. Di
sana, polisi menemukan alat kontrasepsi dan bekas obat bius di ruangan
lantai tujuh gedung baru RSHS Bandung.
Polda Jabar menangkap dan segera menahan Priguna pada Ahad,
23 Maret 2025. Kasus tersebut sedang berada dalam tahap penyidikan.
“Tersangka sudah ditangkap dan ditahan tanggal 23 Maret, saat ini
masih proses sidik,” kata Surawan lewat pesan singkat ketika dihubungi
pada Rabu, 9 April 2025.
Unpad telah memberhentikan Priguna dari program PPDS.
“Karena telah melakukan pelanggaran etik profesi berat dan pelanggaran
disiplin, yang tidak hanya mencoreng nama baik institusi dan profesi
kedokteran, tetapi juga telah melanggar norma-norma hukum yang
berlaku,” kata pihak Unpad dalam keterangan tertulis bersama RSHS
Bandung, Rabu.
Kementerian Kesehatan, yang menaungi RSHS Bandung,
memastikan telah mengambil langkah tegas. Aji Muhawarman, Kepala Biro
Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, mengatakan Kemenkes telah
meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat
Tanda Registrasi (STR) pelaku. Pencabutan STR akan otomatis
membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) pelaku sebagai dokter, menurut
keterangan Kemenkes pada Rabu.
Kemenkes juga berkata telah memberi instruksi kepada
Direktur Utama RSHS Bandung, Rachim Dinata Marsidi, untuk menghentikan
kegiatan residensi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif untuk
sementara waktu. Residensi bakal dihentikan selama satu bulan agar
pihak rumah sakit dan Unpad bisa melakukan evaluasi pengawasan serta
tata kelola FK Unpad.
Lebih lanjut, Kemenkes akan mewajibkan seluruh Rumah Sakit
Pendidikan Kemenkes untuk melakukan tes kejiwaan bagi peserta PPDS di
seluruh angkatan. “Tes berkala diperlukan untuk menghindari manipulasi
tes kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta
didik,” kata Aji dalam keterangan tertulis, Kamis, (lumsim-01)