Hakim Tersangka Kasus Minyak Goreng harus “Bernyanyi”
Jakarta, hariandialog.co.id- Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta agar para hakim yang menjadi tersangka di kasus suap ekspor minyak mentah ‘CPO” atau yang dikenal minyak goreng (Migor), harus berani buka-bukaan atau “ bernyanyi”.
Dikatakan Boyamin yang getol mempraperadilan-kan KPK, Kejaksaan dan Kepolisian jika ada perkara mandek alias tidak jalan sudah pasti digugat di pengadilan, biasanya para hakim di pengadilan negeri itu berusaha untuk tidak macam-macam. Sebab, para hakim di bawah itu takut dilaporkan ke Komisi Yudisial dan pengawasan bila tidak patuh. Artinya, biasanya dicari-cari masalah.
Ketika ada hakim mau menerima suap ada dugaan karena di ‘hair’ oleh atas. Sudah pasti atas menjanjikan tidak akan kena kasus hukum dan didukung berbagai janji janji lainnya terhadap para hakim itu. Sehingga karena ada permintaan dari ‘atas’ menjadikan hakim mau
menerima suap walau dia tau bahwa itu salah dan dilarang oleh undang-undang juga sumpah jabatannya.
Analisa saya kata Boyamin, para hakim itu harus membuka adanya intervensi dari level atas itu. “Jadi harus dibuka terang-terangan dan penyidik juga agar melakukan pendekatan agar para tersangka penerima suap itu mau buka-bukaan. Saya yakin benar bila berani buka-bukaan pasti ada keterlibatan level atas. Jadi kita sarankan agar mereka yang terkait kasus suap minyak goreng mau buka-bukaan karena itu sebagian dari pengakuan dosa dan menjadikan penebus dosa,” terang Boyamin.
Sebagai bagian dari penebus dosa karena sudah mengaku menerima dan menikmati uang suap perkara. Dimana seharusnya menjadi juru adil dalam setiap perkara, bukan membelokkan putusan dari salah menjadi benar dan benar menjadi salah. Semua karena ada suap.
“Jadi bukalah siapa yang terlibat atas yang meng ‘hair’. Sebagai penebus dosa atas perlakuan tidak adil itu harus membuka. Kalau mau membukanya bisa menjadi justice cabolator atau JC. Bukalah sebagai pintu minta maaf kepada masyarakat. Pasti masyarakat memaafkan
karena terbuka siapa yang memerintahkan. Pasti masyarakat menilai dan berucap si hakim mau berbuat salah menerima suap karena permintaan dari level atas walau hanya lisan. Sebab, kalau tidak dituruti, hakim yang dibawah diancam dan bisa dipindah ke pelosok atau jauh,” jelas
sang Koordinator MAKI itu.
Membuka kasus ini dengan seterang-terangnya adalah bagian membantu pemerintah agar jelas bagaimana peran serta level atas untuk memuluskan suatu perkara agar dibelokkan dengan imbalan suap. “Jadi para tersangka seharusnya mau membuka selebar-lebarnya, toh sudah ditahan dan tidak akan bisa membebaskannya dari kasus hukum,” tukas Boyamin.
Disamping itu Boyamin juga meminta agar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) mau membuka siapa saja yang diperiksa dan sudah sejauh mana serta siapa saja yang terlibat. “Uraikan secara jelas dan terang siapa saja yang terlibat dari level atas. Jangan di
lokalisir para tersangkanya. Kalau tim JAM Pidsus terbuka maka kepercayaan masyarakat akan lebih baik lagi karena tidak ada yang ditutup tutupi dalam kasus suap minyak goreng,” ungkap Boyamin Saiman.
Masalah buka-bukaan dari para hakim tersangka itu karena sebelumnya para hakim tidak mau menerima suap dari siapapun. Namun, karena ada permintaan dari level atas jadi mau. Bahkan, ada hakim yang sempat berucap akan normative saja baik jalannya persidangan maupun putusan akhir. Namun, karena ada keikutsertaan level atas mau menerima suap yang untuk kasus minyak goreng disebut ada uang Rp.60 miliar dan Rp.22,5 miliar diserahkan ke majelis hakim sedangkan sisanya ada pada tersangka MAN.
Adapun mereka yang menjadi tersangka dalam kasus suap lepas perkara koorporasi PT Wilmar Grup, PT Permata Hijau Grup dan PT Musim Mas Grup atas kasus korupsi ekspor minyak CPO alias minyak goreng diantaranya : Muhammad Arif Nuriyanta, hakim Djuyamto, hakim Ali Muhtaro (adhoc), dan Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara. Sementara dari PT Wilmar satu orang dan pengacara ada dua orang Marsella Susanto dan Ariyanto. (tob)