Dialog

Kasus Suap Pengurusan Perkara: Hakim Damanik Mengaku Mau Bunuh Diri


Jakarta, hariandialog.co.id. – Hakim Pengadilan Negeri Surabaya,
Erintuah Damanik, mengaku sempat mencoba bunuh diri. Erintuah
mengatakan dia sempat ingin bunuh diri sebelum akhirnya mengakui
menerima duit untuk vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
           Dalam kasus ini, jaksa mendakwa tiga hakim PN Surabaya
menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar
terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera
Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan
Mangapul.
           Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur
atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur,
Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.
          Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rahmat mengurus
perkara itu. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan pejabat MA Zarof
Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis
bebas kepada Ronald Tannur.
           Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas.
Belakangan, terungkap bahwa vonis bebas itu diberikan akibat suap.
        Jaksa juga telah mengajukan kasasi atas vonis Ronald Tannur.
MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun
penjara.
           Kini, giliran Erintuah dihadirkan sebagai saksi mahkota
atau terdakwa yang saling bersaksi untuk terdakwa lainnya, Heru
Hanindyo. Dalam sidang vonis bebas Ronald Tannur, Erintuah merupakan
hakim ketua dengan Mangapul dan Heru sebagai anggota.

“Apa yang mendorong saudara untuk mengakui semua perbuatan saudara
saat itu?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa
(25/3/2025).

“Jadi sebagaimana yang diterangkan oleh Pak Heru, saya pernah mau
bunuh diri, Pak. Saya mau bunuh diri akhirnya kemudian nggak jadi,
terus saya baca Alkitab, Pak. Kebetulan saya Nasrani, saya baca
Alkitab. Dari hasil kontemplasi saya itu, Pak, akhirnya kemudian,
udah, saya lebih baik saya melakukan apa yang saya lakukan, daripada
menyembunyikan sesuatu yang busuk tetapi nanti berdampak kepada
anak-anak dan istri saya,” jawab Erintuah.

Dia mengaku takut keluarganya terkutuk. Dia berharap masalah yang
terjadi berakhir pada dirinya.

“Karena dalam Alkitab saya dikatakan bahwa itu adalah kutuk, Pak.
Hentikan kutuk ini sampai di sini, jangan sampai ke anak-anak-cucu
saya. Itulah kemudian yang mendorong saya dan kemudian ketika saya di
BAP penyidikan, Pak, saya tunjukkan ayat-ayat Alkitab itu kepada
penyidik, saya mengaku,” ujar Erintuah.

Jaksa kemudian mendalami pembicaraan Erintuah dengan Heru. Erintuah
mengatakan Heru bersikeras tak mau mengakui penerimaan duit terkait
vonis bebas Ronald Tannur.

“Jadi waktu itu Heru menyatakan fight, Bangm ya, fight, fight, dia
bilang. Pokoknya jangan mengaku atau nanti kita ngajukan praperadilan
karena penangkapan ini tidak sah karena ini bukan OTT gitu,” jawab
Erintuah.

“Terus terhadap penerimaan uang? terdakwa Heru ada menyampaikan?” tanya jaksa.

“Ya itu namanya fight, Pak, fight, jangan mengaku,” jawab Erintuah.

Erintuah mengaku menyampaikan hasil kontemplasi pembacaan Alkitab itu
ke Mengapul. Dia mengatakan Mangapul lalu ikut mengakui penerimaan
duit terkait vonis bebas Ronald Tannur ini.

“Saya bilang, kebetulan kalau saya sama dia pak, kebetulan dia marga
ibu saya, saya bilang, ‘Lae, terserah kalau kau mau ngaku apa tidak,
silakan, tapi aku akan mengaku karena itu hasil kontemplasi saya dan
ini ayat-ayat yang saya’. Saya tunjukkan, Pak, ayat-ayat waktu itu,
ini ayat-ayatnya hasil kontemplasi saya dan saya harus mengaku, saya
bilang. Baru kemudian dia ngaku, baru kemudian Mangapul ngaku,” ujar
Erintuah.
         Erintuah juga menyebut Heru pernah menawarkan jaminan biaya
sekolah anak. Dia mengatakan Heru meminta dirinya tak menyebut nama
Heru dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.
Hal itu disampaikan Erintuah saat bertanya ke Heru. Kali ini, Heru
dihadirkan sebagai saksi mahkota atau terdakwa yang saling bersaksi
untuk terdakwa lainnya, Erintuah dan Mangapul.

Dalam sidang vonis bebas Ronald Tannur, Erintuah merupakan hakim ketua
dengan Mangapul dan Heru sebagai anggota. Heru membantah pernah
meminta Erintuah untuk menyebutkan jika dia yang membuat putusan vonis
Ronald.

Erintuah kemudian menyebut Heru menawarkan untuk membiayai sekolah
hingga pernikahan anaknya asal nama Heru tak disebut terkait
penerimaan duit vonis bebas Ronald. Heru membantah mengatakan hal
tersebut.

“Apakah saudara pernah menemui saya, bertemu kita pada saat sidang
pertama di lantai ground dan meminta kepada saya untuk tidak
menyebut-nyebut namamu, katakan nanti bang, ‘Memang saya mau
diserahkan uang, tetapi saya tidak mau. Nanti biaya anak-anakmu untuk
kuliah atau nikah saya tanggung’?” tanya Erintuah.

“Saya tidak pernah menanyakan seperti itu,” jawab Heru.

Heru juga membantah pernah menemui istri Erintuah. Mendengar itu,
Erintuah mengatakan istrinya bisa dihadirkan dalam persidangan jika
diperlukan keterangannya.

“Apakah hal yang sama juga pernah saudara katakan kepada istri saya?”
tanya Erintuah.

“Saya tidak pernah ketemu sama istri bapak,” jawab Heru.

Heru kemudian membantah dirinya berada di ruang kerja Mangapul saat
pembagian duit terkait vonis bebas Ronald Tannur. Heru membantah
menyerahkan uang ke Erintuah.

“Ketika di ruangan Pak Mangapul, apakah, sekali lagi saya tanya,
sebetulnya sudah ditanya, nurani saudara yang menjawab, apakah saudara
hadir nggak di situ dalam pembagian itu?” tanya Erintuah.

“Saya tidak pernah melihat,” jawab Heru.

“Apakah setelah itu saudara ada menyerahkan uang sama saya 500 dolar
Singapura di luar itu, karena merasa bahwa bagian saya belum memadai?”
tanya Erintuah.

“Saya nggak pernah,” jawab Heru.

Hakim Heru juga menjelaskan soal uang tunai yang ditemukan penyidik
Kejaksaan Agung RI saat melakukan penggeledahan. Heru mengaku terbiasa
menyimpan uang tunai dalam tas untuk kebutuhan sehari-hari.
“Pernah dilakukan penggeledahan ya oleh penyidik ya?” tanya jaksa di
Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

“Betul,” jawab Heru.

Heru lalu memberikan penjelasan. Heru mengatakan uang USD 2.200 di
rumahnya merupakan uang pulang dari dinas luar negeri.

“Saya jelaskan. Ada uang, Yang Mulia, USD 2.200 itu uang pulang dari
dinas luar negeri. Ada uang 100 ribu Yen pecahan 10 ribu, itu uang
yang saya pakai biasanya kalau transit di Haneda atau di Jepang,”
jawab Heru.

Heru mengatakan uang SGD 9.100 merupakan uang titipan dari kakaknya,
Ambar, untuk dibelikan tas. Namun, dia batal membelikan tas itu karena
tak ada outlet premium di Spanyol.

“Kemudian, ada uang 9.100 dolar Singapura, itu uangnya kakak saya,
dititip, ‘tolong belikan saya tas di premium outlet’, karena kalau
saya dinas ke US atau saya dinas ke Austria atau Swiss itu ada namanya
premium outlet. Premium outlet itu harganya murah, free tax,” kata
Heru.

Sepulang dari dinas luar negeri, Heru mengaku tidak sempat bertemu
dengan kakak iparnya. Heru juga mengatakan dirinya pergi ke Bali dan
kakaknya kembali menitip untuk dibelikan kain Bali yang sama seperti
di rumahnya.

Heru mengaku membelikan dua kain Bali untuk kakaknya tersebut. Dia
mengklaim sisanya akan dikembalikan ke kakaknya dan diletakkan di atas
koper Heru.

“Saya belikan dua, uang itu saya taruh di atas meja di bawah koper
saya yang baru saja pulang dari Eropa, nanti saya bilang sama saudara
saya, ‘Mas Muh, kalau nanti datang Mbak Ambar atau suaminya, tolong
ini kasihkan ya, ini ada uangnya, uangnya kemarin nggak jadi
terbelikan, nanti kalau dia mampir ke sini tolong sampaikan dan
berikan’,” imbuh Heru.

Heru mengaku terbiasa menyimpan uang tunai untuk keperluan
sehari-hari. Uang itu disimpan dalam empat tas dan satu koper. “Terus
kemudian saya terbiasa menaruh uang untuk kehidupan sehari hari,
makan, Go-Jek, Go-Food, itu ada 4 tas saya, satu koper, koper kabin
merek Tumi warna hitam, di situ pasti ada uang pecahan Rp 100 ribu dan
pecahan Rp 50 ribu. Jadi start awalnya pasti Rp 15 juta,” ujar Heru.

“Kemudian di ransel, di ransel saya itu juga sama ada yang Rp 100
ribu, ada Rp 50 ribu. Kemudian, di tas kerja saya, itu tas hijau
biasanya bisa jadi ransel atau jadi tenteng, itu juga sama, saya
biasanya saya taruh Rp 100 ribuan, Rp 50 ribuan, itu yang biasa saya
taruh ke kantor,” ujar Heru.

Sementara uang tunai yang berada di dalam koper, menurut Heru,
merupakan uang hasil bagi usaha warung milik orang tuanya. Dia
mengatakan jumlah uang dalam tas dan koper itu sudah berkurang karena
sudah digunakan.  “Nah kemudian, di dalam koper hitam saya itu ada
uang cash Rp 70 juta, di mana Rp 20 juta itu udah memang ada sekitar
30 atau 40 itu memang saya selalu memang ada uang cash. Rp 50 juta
saya dapat itu waktu sebelumnya saya ke Bali, saya minta uang yang
dibagi hasil dari warungnya orang tua,” ujar Heru.

Dia menjelaskan momen ketika penyidik melakukan penggeledahan. Heru
menjelaskan mengapa terdapat uang yang berada di mobil.

“Itu saya digeledah, Yang Mulia, hari Rabu, tanggal 23. Saya berpikir
hari Jumat setelah apel, saya berangkat. Kenapa ada di mobil? Mobil
itu selalu saya taruh kalau nggak di bandara, di Stasiun Pasar Turi,”
katanya.

“Jadi kalau pulangnya langsung, atau malam, sudah ada pakai mobil itu.
Itulah uang-uang yang bisa saya sampaikan yang digeledah. Jadi yang di
koper itu maupun di tas apa, pasti sudah berkurang jumlahnya karena
sudah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” tambah Heru. (han-01)

By dialog

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *