Jakarta, hariandialog.co.id.- Nama bandar besar narkoba Hendra
Sabarudin atau Udin muncul di kasus tindak pidana narkotika yang
menjerat Direktur Persiba Balikpapan Catur Adi Prianto. Bareskrim
Polri menyebut bahwa Catur Adi adalah bagian dari jaringan bandar
narkoba Hendra, yang mengendalikan peredaran narkoba jenis sabu di
lembaga pemasyarakatan atau lapas.
“C adalah bandar. Ini bagian dari kasus TPPU (Tindak Pidana
Pencucian Uang) Hendra Sabarudin yang sudah divonis,” kata Direktur
Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Mukti Juharsa
kepada awak media di Mabes Polri, Senin, 10 Maret 2025.
Mukti mengatakan hubungan antara Catur Adi dan Hendra
Sabarudin masih terus diselidiki lebih lanjut. Namun sejauh ini
penyidik sudah mendapatkan barang bukti kalau Direktur Persiba
Balikpapan itu memang bagian dari jaringan narkoba dengan Hendra
Sabarudin.
“Ini sindikasi dengan Hendra Sabarudin, kemungkinan sudah
lama. Kami tahu dia sindikatnya Hendra, tapi sebelumnya kami belum ada
barang buktinya, setelah mendapatkan barang bukti kami baru maju,”
ucap Mukti.
Lantas, sebenarnya siapa Hendra Sabarudin terpidana TPPU
narkoba yang muncul dalam kasus narkoba Direktur Persiba Balikpapan?
Berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Hendra Sabarudin atau yang dikenal dengan nama beken
Hendara 32 adalah seorang terpidana kasus narkoba yang telah
menjalankan operasinya dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Tarakan sejak 2017 hingga 2024. Selama periode tersebut, peredaran
narkoba yang dikendalikannya mencapai nilai transaksi sebesar Rp 2,1
triliun.
Dia juga bertanggung jawab mengendalikan penyelundupan
narkotika jenis sabu sebanyak tujuh ton dari Malaysia. Wilayah
penyebaran barang dagangannya di Indonesia mencakup Kalimantan,
Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur.
Saat kasus ini terungkap, Hendra merupakan narapidana yang
telah divonis mati oleh Pengadilan Negeri Tarakan pada 9 April 2018.
Kemudian hukumannya diganti menjadi pidana penjara seumur hidup
melalui kasasi pada 29 Oktober 2018. Namun Hendra mengajukan
peninjauan kembali dan hukumannya berkurang menjadi 18 tahun penjara.
Menurut laporan Tempo yang terbit pada 19 September 2024,
kasus Hendra Sabarudin yang mengendalikan narkoba dari dalam lapas
pertama kali terungkap melalui laporan Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Awalnya, ia
dikenal sering menimbulkan masalah di dalam lapas, hingga akhirnya
terungkap bahwa ia masih menjalankan bisnis narkoba dari balik jeruji
besi.
Selain kasus narkoba, Hendra juga dijerat dengan tindak
pidana pencucian uang (TPPU). Kepala Badan Reserse Kriminal Polri,
Komisaris Jenderal Wahyu Widada, menyatakan bahwa beberapa kaki tangan
Hendra turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Beberapa di
antaranya diketahui berinisial CA, AA, NMY, RO, dan AY, sedangkan dua
orang yang mengelola uang hasil kejahatan berinisial TR dan MA.
Semua tersangka yang terlibat dalam perkara Hendra
Sabarudin ini telah dikenakan Pasal 3, 4, 5, 6, 10 Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2010 tentang TPPU. “Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara
dan denda Rp 200 miliar,” tutur Wahyu Widada di Lapangan Bhayangkara
Mabes Polri, Rabu, 18 September 2024.
Wahyu menjelaskan bahwa operandi TPPU para tersangka ini
dilakukan melalui tiga tahapan. Podus pertama dengan menempatkan uang
ke dalam rekening penampung atas nama orang lain. Kedua, transfer
antar rekening dilakukan secara berlapis-lapis melalui berbagai
rekening atas nama orang lain juga. Ketiga, kata Wahyu, uang yang
ditransfer itu disatukan dan dibelanjakan berbagai aset. “Membeli
aset-aset yang akhirnya bisa kami sita Rp 221 miliar,” ucap perwira
tinggi Polri tersebut, tulis tempo. (rojak-01)