Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman: Kasus Pagar Laut Seharusnya KPK Yang Menangani
Jakarta, hariandialog.co.id. – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (atau Pukat UGM, Zaenur Rohman
mengatakan, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengangani
kasus pagar laut di perairan Desa Kohod bila Bareskrim Polri enggan
mengusut dugaan korupsi kasus tersebut, termasuk sosok penerima
manfaat, aktor intelektual, aktor pengendali.
“KPK harus masuk kalau memang Bareskrim hanya mau tangani kasus pidana
pemalsuannya saja, tidak apa-apa sebenarnya, asalkan KPK mau tangani
kasus korupsinya atau Kejaksaan,” kata Zaenur kepada Tempo, pada
Jumat, 4 April 2025
Tidak hanya KPK, Zaenur menyebut Kejaksaan Agung juga dapat
mengambil alih penanganan tindak pidana korupsi pada kasus pagar laut.
KPK maupun Kejaksaan Agung harus bisa menjerat pejabat tertinggi di
Badan Agraria/Pertanahan dan pengusaha yang menjadi aktor intelektual
di balik terbitnya sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna
bangunan (SHGB) maupun izin pemanfaatan ruang. “Kalau tidak, ya saya
melihat ini akan dilokalisir dan dikorbankan para pelaku di level
terbawah,” ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak
Pidana Umum justru mengembalikan berkas perkara pagar laut atas nama
tersangka Kepala Desa atau Kades Kohod Arsin bin Asip kepada penyidik
Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Apa alasannya?
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar
menyatakan, berkas yang dikembalikan itu atas nama tersangka Kepala
Desa (Kades) Kohod Arsin, UK selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod,
serta SP dan CE selaku penerima kuasa. Ia menjelaskan bahwa
pengembalian berkas tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal
110 ayat (2), (3) dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP guna dilengkapi dalam
jangka waktu 14 hari.
Adapun Analisis Jaksa Penuntut Umum mengungkap adanya indikasi
kuat bahwa penerbitan SHM, SHGB, serta izin PKK-PR darat dilakukan
secara melawan hukum. “Dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen,
penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi
penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala
Desa dan Sekretaris Desa Kohod,” kata Harli dalam siaran tertulis yang
diterima Tempo, Senin 25 Maret 2025.
Sementara untuk berkas perkara yang dikembalikan ini disebut berkaitan
dengan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan/atau penggunaannya
dalam proses penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di atas wilayah
perairan laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang. Dugaan ini muncul
karena sertifikat tersebut diduga digunakan untuk memperoleh
keuntungan secara tidak sah dalam proyek pengembangan kawasan Pantai
Indah Kapuk atau PIK 2 Tropical Coastland.
Selain itu, ditemukan pula potensi kerugian keuangan negara dan
kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah
laut secara ilegal. Hal ini termasuk penerbitan izin dan sertifikat
tanpa izin reklamasi maupun izin PKK-PR Laut sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, tulis tempo. (salim-01)