Dialog

Terkait Kasus Ekspor Benur KPK Geledah di Komplek DPR Kalibata

Jakarta, hariandialog.co.id.–  Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan terkait kasus ekspor
benur. Penggeledahan itu dilakukan pada Kamis (03-12-2020) di kompleks
rumah dinas DPR, Jalan Kalibata, Jakarta Selatan.

“Penanganan perkara tersangka EP dan kawan-kawan, Kamis (3/12/) tim
penyidik KPK melakukan penggeledahan di kompleks rumah dinas DPR di
Kalibata, Jakarta Selatan. Penggeledahan dilakukan sampai dengan pukul
24.00 WIB,” kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat
(04-12-2020).

Ali mengungkapkan dalam penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah
dokumen. Selain itu, penyidik juga turut menyita barang elektronik
yang punya keterkaitan dengan perkara ini. “Adapun dalam penggeledahan
tersebut telah ditemukan dan diamankan sejumlah dokumen dan barang
elektronik yang terkait dengan perkara ini,” ungkapnya.

Diketahui sebelumnya, KPK juga telah menggeledah rumah dinas Menteri
Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo. Dari hasil penggeledahan
itu, KPK menyita 8 unit sepeda yang diduga hasil penerimaan suap dalam
kasus ekspor benih lobster atau benur. “Pada penggeledahan tersebut,
ditemukan dan diamankan antara lain sejumlah dokumen terkait perkara
ini, barang bukti elektronik dan 8 unit sepeda yang pembeliannya
diduga berasal dari penerimaan uang suap,” kata Plt Jubir KPK, Ali
Fikri, kepada wartawan, Kamis (03-12-2020).

Selain itu, KPK menyita mata uang rupiah dan mata uang asing senilai
Rp 4 miliar. Ali menyebut penyidik akan segera menganalisis barang
yang diamankan tersebut untuk bisa disita sebagai alat bukti.
“Ditemukan juga sejumlah uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing
dengan total senilai sekitar Rp 4 miliar. Tim penyidik akan
menganalisa seluruh barang dan dokumen serta uang yang ditemukan dalam
proses penggeledahan tersebut untuk selanjutnya segera dilakukan
penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam perkara ini,” terang Ali.

Dalam kasus ini, sudah ditetapkan 7 tersangka, yaitu:

Sebagai penerima:
1. Edhy Prabowo (EP) sebagai Menteri KKP;
2. Safri (SAF) sebagai Stafsus Menteri KKP;
3. Andreau Pribadi Misanta (APM) sebagai Stafsus Menteri KKP;
4. Siswadi (SWD) sebagai Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK);
5. Ainul Faqih (AF) sebagai Staf istri Menteri KKP; dan
6. Amiril Mukminin (AM)

Sebagai pemberi:
7. Suharjito (SJT) sebagai Direktur PT DP

          Seperti diketahui kasus bermula setelah Edhy Prabowo
menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji
Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budi Daya Lobster.
Andreau Pribadi Misata (APM) selaku staf khusus menteri ditunjuk
sebagai ketua pelaksana. Sedangkan Safri (SAF), yang juga staf khusus
menteri, menjabat wakil ketua pelaksana. “Salah satu tugas dari tim
ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan
oleh calon eksportir benur,” ujar Nawawi.

           Selanjutnya, pada awal Oktober 2020, Suharjito menyambangi
kantor KKP dan bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan itu, diketahui
bahwa ekspor benur hanya dapat dilakukan melalui forwarder PT ACK
dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor. PT DPP diduga mentransfer
sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total Rp 731.573.564.
“Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri atas AMR dan
ABT, yang diduga merupakan nominee dari pihak EP serta YSA. Atas uang
yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa
perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan
masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp 9,8
miliar,” ujar Nawawi.

         Pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar diduga mentransfer uang
ke salah satu rekening atas nama Ainul Faqih selaku staf istri Menteri
Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, senilai Rp 3,4 M. Uang tersebut diduga
diperuntukkan buat keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati, Safri, dan
Andreau Pribadi dengan rincian sebagai berikut:

1.    Penggunaan belanja oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosyati pada 21-23
November sekitar Rp 750 juta berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV
serta baju Old Navy.
2. Uang dalam bentuk USD 100 ribu dari Suharjito yang diterima Safri
dan Amiril Mukminin.
3. Safri dan Andreau menerima uang sebesar Rp 436 juta. (dtc/bing).

By dialog

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *