Kabupaten Bandung, hariandialog.co.id – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkab Bandung, PT
Bandung Daya Sentosa (BDS) diduga melakukan penipuan kepada sejumlah
pengusaha. Hal itu terungkap setelah para korban bersuara dan viral di
sosial media.
Salah satu pengusaha yang diduga mengalami kerugian adalah
Deded Aprila. Pria tersebut merupakan CEO dari perusahaan yang
bergerak di bidang supply pangan daging ayam dan telur mengaku
mengalami kerugian hingga Rp 33 miliar. “Iya sekarang ada 19 pengusaha
dan salah satunya saya yang menjadi korban. Saya kena tipu paling
besar, sebesar Rp33 miliar. Mereka (PT BDS) menyebut kami para vendor.
Akan tetapi, bagi kami, 19 perusahaan itu korban,” ucap Deded, Rabu,30
Juli 2025.
Deded menyatakan, awal terlibat bisnis dengan perusahaan
daerah itu, saat dia kenal dengan salah satu orang yang berada di
pemerintahan. Setelah itu, dia mendapat tawaran untuk melakukan
pengadaan daging ayam.
Saat itu, dia diminta pengadaan sebanyak 500 ton ayam per
pekan. Namun, karena keterbatasan modal, Deded akhirnya menyetujui
pengadaan daging ayam di bawah tawaran kuota. “Setelah itu saya ketemu
sama jajaran pejabat di PT BDS. Akhirnya perusahaan saya uji coba dulu
ya empat, enam bulan mungkin awal tahun 2025 baru berkontrak,” kata
Deded.
Setelah berjalan beberapa bulan, pembayaran pengadaan
tersebut sempat mengalami ketersendatan. Kemudian, Deded
mempertanyakan pengadaan ayam tersebut untuk kebutuhan apa. “Saya
bertanya ini ayam ke Pak Dirut PT BDS ini ayam sebanyak ini sebenarnya
untuk apa. Dia bilang ayam itu untuk program ketahanan pangan. Jadi
ayamnya diolah untuk makanan frozen lah,” katanya.
Hasil olahan ayam tersebut langsung dikirimkan PT BDS ke PT
Cahaya Frozen Raya (CFR). Kemudian setelah itu ayam tersebut
disebarkan ke seluruh wilayah Kabupaten Bandung untuk program
ketahanan pangan. “Iya jadi ini untuk ketahanan pangan di Kabupaten
Bandung,” jelasnya.
Setelah pembayaran tersendat, beberapa bulan setelahnya PT
BDS berupaya melakukan pembayaran dengan sistem menyicil. Kemudian
beberapa orang di PT tersebut terus menyemangatinya untuk terus
bekerjasama. “Mereka terus menyemangati perusahaan saya. Ayo, Bang
Dede, jangan putus asa, nanti soalnya ini banyak yang mau masuk nih,
ini bisnis seksi bla-bla, macam-macam. Jadi mereka berusaha untuk
meyakinkan saya. Ini aman kok, ini apa kok,” ucapnya.
Kemudian pihak perusahaan daerah itu terus meyakinkan jika
jalinan bisnis tersebut mengalami kegagalan, akan dibayar menggunakan
dana APBD. Namun dirinya tidak terus mempertanyakan uang tersebut.
“Dia bilang kalau ada apa-apa bisa pakai APBD. Waduh sudah kelihat
modusnya kan. Apalagi sudah menjanjikan pakai APBD,” kata Deded.
Dia berharap, pihak terkait bisa mengembalikan uang sesuai ikatan
kontrak dan kerjasama. Sejumlah korban juga telah melakukan langkah
hukum demi menyelesaikan masalah yang ada.
“Kami lebih ke pidana. Mereka (pihak PT BDS) terus menggiring ke
perdata, kami melihat itu semenjak awal. Kami melapor atas dugaan
penipuan, penggelapan, dan penipuan dengan modus membeli barang secara
berutang dan tidak berniat untuk membayar lunas,” ucap dia.
Sementara itu, Kuasa hukum PT BDS Perseroda, Rahmat
Setiabudi mengatakan, bahwa permasalahan sebenarnya yang terjadi
antara para vendor dan PT BDS adalah murni utang piutang. Persoalan
itu adalah dalam bisnis pengadaan Ayam Boneless Dada (BLD). “Jadi kami
tegaskan, sejak awal ini adalah murni bisnis B to B (business to
business) antara para pihak yakni PT BDS, PT Cahaya Frozen Raya (CFR)
dan para vendor,” ujar Rahmat kepada awak media.
Pihaknya mengakui masih memiliki kewajiban kepada para
vendor penyedia BLD sebesar Rp 105,4 miliar. Menurutnya hal tersebut
disebabkan adanya keterlambatan pembayaran dari PT Cahaya Frozen Raya.
“PT BDS mengakui masih memiliki kewajiban sebesar Rp 105,4 miliar
kepada beberapa vendor penyedia BLD. Ini karena PT BDS mengalami
keterlambatan pembayaran dari Cahaya Frozen Raya (CFR) sebesar Rp 127
miliar berdasarkan invoice PT BDS ke PT CFR,” katanya.
Rahmat menilai, tidak ditemukannya unsur pidana dala masalah ini. Hal
tersebut diketahui berdasarkan hasil analisa, investigasi serta adanya
fakta dan bukti-bukti yang ada.
“Ini murni masalah perdata, dan PT BDS juga termasuk pihak yang
dirugikan akibat keterlambatan pembayaran PT Cahaya Frozen kepada PT
BDS. Tidak ada unsur penipuan di sini,” jelasnya.
Salah satu buktinya adalah adanya perjanjian kerjasama antara para
pihak sejak akhir tahun 2023. Kemudian adanya PO (purchase order) atau
dokumen pesanan PT CFR kepada PT BDS serta adanya invoice PT BDS
kepada PT CFR.
“Invoice itu dalamnya termasuk BAST (Berita Acara Serah Terima) yang
ditandatangani para pihak termasuk vendor yang bekerjasama dengan PT
BDS,” ucapnya.
Menurutnya bukti dan fakta lainnya, yaitu adanya surat teguran dari PT
BDS kepada PT CFR terkait pembayaran. Kemudian adanya somasi PT BDS
kepada PT CFR serta tanggapan somasi dan pengakuan utang dari PT CFR
kepada PT BDS sebesar Rp 127,2 miliar.
Berkaitan dengan kasus gagal bayar tersebut, PT BDS telah melakukan
langkah hukum PKPU terhadap PT CFR di Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 142/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN
Niaga Jkt.Pst serta Dirut PT BDS telah memohonkan pendampingan kepada
JPN ASDATUN Kejati Jabar.
Hal itu dilakukan untuk mendorong agar PT CFR segera
menyelesaikan kewajibannya sebesar Rp 127 miliar kepada PT BDS.
Setelah adanya pembayaran itu, PT BDS dapat membayar tagihan sebesar
Rp 105,4 miliar kepada para vendor penyedia BLD.
Nilai kewajiban kepada vendor sebesar Rp 105,4 miliar
tersebut merupakan sisa dari total seluruh tagihan atau kurang lebih
40 persen dari total tagihan. Artinya lebih dari 60 persen sudah
dibayarkan oleh PT BDS kepada para vendor.
Rahmat juga menegaskan, permasalahan tersebut tidak ada
kaitannya dengan Bupati Bandung Dadang Supriatna. Dirinya menyayangkan
adanya pihak yang menggiring ke arah tersebut. “Kami sangat
menyayangkan ada pihak-pihak yang menggiring opini tidak benar dan
terjadi pemutar balikan fakta terkait berita yang berkembang,”
tuturnya.
Dia menambahkan, Bupati Bandung sebagai KPM (Kuasa Pemilik
Modal) hanya memiliki kewenangan normatif dalam hal kebijakan
strategis dan tidak memiliki kewenangan operasional atas transaksi
sehari-hari PT BDS. “Transaksi dan dinamika keuangan ini sepenuhnya
merupakan bagian dari aksi korporasi dan hubungan keperdataan antar
badan hukum, yang tunduk pada aturan Perseroan Terbatas, bukan ranah
pidana apalagi politik elektoral,” pungkasnya, tulis
dtcjbr.(lumsim-01)