Telukkuantan, hariandialog.co.id.-  Ribuan hektare kawasan hutan di
Kuantan Singingi, Riau, termasuk hutan lindung, hutan produksi
terbatas, dan hutan konservasi, terus dibabat untuk dijadikan
perkebunan kelapa sawit. Anehnya, hingga kini belum ada tindakan nyata
dari aparat penegak hukum maupun pemerintah pusat.
            Para cukong dan korporasi yang merambah kawasan hutan
seakan tak tersentuh hukum. Mereka bebas menghancurkan alam tanpa
konsekuensi, sementara dampak lingkungan kian mengkhawatirkan. Salah
satu contoh nyata adalah Bukit Batabuh, kawasan hutan lindung seluas
82.300 hektare, yang kini nyaris kehilangan seluruh tutupan hutannya.
            Bukit Batabuh yang seharusnya menjadi benteng ekologi bagi
Sumatera kini berubah menjadi ancaman bencana. Hilangnya hutan di
kawasan ini mengakibatkan rusaknya habitat satwa liar, termasuk
spesies yang terancam punah. Bahkan, dalam Rencana Tata Ruang Pulau
Sumatera (RTRPS) yang diatur melalui Perpres 13 Tahun 2012, kondisi
Bukit Batabuh sudah dikategorikan sebagai kawasan yang sangat
terdegradasi.
           Ironisnya, meskipun PP 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional
menegaskan bahwa Bukit Batabuh harus menjadi prioritas penataan ruang
karena fungsinya yang vital dalam mengatur tata air dan mencegah
banjir, realitas di lapangan justru menunjukkan kehancuran total.
Pemerintah seolah tak berdaya menghadapi para perambah.
Siapa Pemainnya?
Dilansir dari kuansingkita.com, berdasarkan data UPT Kesatuan Pemangku
Hutan Kuantan Singingi, ditemukan sejumlah perusahaan dan kelompok
yang diduga melakukan, tulis riausatucom. (abira-01)

 
                         
         
         
        