Jakarta, hariandialog.co.di.-Koalisi Masyarakat Anti Korupsi
melaporkan pemilik Sugar Group Companies Purwanti Lee atau Ny Lee dan
Gunawan Yusuf ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koalisi terdiri dari Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST),
Indonesia Police Watch (IPW), Tim Demokrasi Perjuangan Indonesia
(TPDI) dan Peradi Pergerakan.
Mereka dilaporkan berkaitan dengan persidangan eks pejabat
MA Zarof Ricar, yang merupakan terdakwa dalam kasus dugaan suap vonis
bebas Ronald Tannur. “Sugar Group itu kan namanya Nyonya Lee atau Ibu
Purwanti Lee, habis itu, ya pokoknya pimpinan Sugar Group,” ucap
koordinator koalisi Ronald Loblobly di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta
Selatan, Rabu, 14 Mei 2025.
Selain pemilik perusahaan yang memproduksi gula pasir merek
Gulaku ini, koalisi juga melaporkan Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto.
“Ya, hakim ini ada quarter 4S. Ya inisialnya 4S itu ada salah satu
juga pimpinan yang ada di Mahkamah Agung. Iya (Sunarto),” kata Ronald.
Ronald mengatakan, keterangan Zarof Ricar dalam persidangan
yang menyatakan menerima suap Rp50 miliar untuk penanganan perkara
Sugar Group Companies tidak diusut secara mendalam oleh Kejaksaan
Agung (Kejagung).
Oleh karena itu, koalisi meminta KPK untuk mengambil alih
kasus tersebut. “Sehingga kami laporkan bahwa KPK perlu untuk
mengambil alih dari kasus ini. Karena ternyata tidak ada pemanggilan
terhadap Sugar Group dan kami indikasikan bahwa ada perlindungan
terhadap tujuan dari suap tersebut seperti itu,” ucap Ronald.
Lebih lanjut, ia, pihaknya membawa sejumlah dokumen agar
laporannya segera ditindaklanjuti KPK. “Dokumen, betul. Yang pasti
untuk dokumen tambahannya itu adalah persidangan apa namanya Ronald
Tanur yang di mana saksi mahkotanya adalah Zarof Ricar,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Zarof Ricar mengaku pernah menerima
uang untuk membantu penanganan perkara senilai Rp50 miliar.
Hal tersebut, disampaikan oleh Zarof saat menjadi saksi mahkota untuk
terdakwa Lisa Rachmat yang merupakan kuasa hukum Ronald Tannur di
Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Mulanya, jaksa meminta Zarof untuk menjelaskan soal
pengurusan perkara yang pernah dia lakukan, tetapi tidak berkaitan
dengan Lisa Rachmat.
Kata jaksa, hal tersebut untuk memisahkan penerimaan uang
terhadap Zarof dari Lisa dan pihak lainnya. Kemudian, dia menyebut
pernah menerima uang senilai Rp50 miliar yang menjadi uang suap
terbesar yang dia terima selama membantu mengurus perkara di MA.
“Paling besar itu yang, ada apa namanya, perkara yang kemarin disebut
itu, Marubeni atu apa itu,” ujar Zarof dalam ruang sidang Pengadilan
Tipikor Jakarta, Rab, 7 Mei 2025.
“Waktu itu kalau enggak salah saya itu ada menerima yang pertama
mungkin sekitar 50 (miliar) benar,” tambahnya.
Dia mengatakan, perkara tersebut berkaitan dengan perkara gula, yang
terjadi pada sekira tahun 2016–2018.
“Itu (perkara) gula kalau enggak salah. Kalau enggak salah 2018, 2016,
atau 2018 lupa saya,” katanya.
Namun, dia mengaku lupa siapa pihak yang memberikannya uang tersebut.
Dia hanya menyebut, ada pihak yang memintanya untuk membantu agar
menang dalam perkara perdata.
“Iya, dia penggugat atau tergugat saya juga lupa, yang jelas diaa
minta dikuatkan. Setelah saya lihat berkasnya, ini sih sudah pasti
menang,” ucapnya.
Zarof mengaku, sebelum membantu sebuah perkara untuk menang pada
tingkat kasasi, dia terlebih dahulu memeriksa kondisi perkara tersebut
pada tingkat pertama dan tingkat banding terlebih dahulu.
“Dapat informasi bahwa dia menang di PN, PT menang,” tutur dia.
Dia mengaku saat menerima uang tersebut, masih menjabat sebagai Kepala
Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Hukum dan
Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) MA.
Zarof menyebut, jabatan itu memang tidak dapat mengakses berkas perkara.
Namun, dia mengaku, tetap dapat memperoleh berkas perkara.
Awalnya, dia enggan menyebutkan siapa yang memberitahu berkas perkara.
Namun, akhirnya dia mengaku kerap berdiskusi dengan Sultoni
Mohdally yang berstatus sebagai hakim agung.
“Jadi kalau pada waktu itu saya tanya dengan Pak Sultoni. Saya tanya
sama Pak Sultoni gini, gini, gini, gini. Beliau paling gampang ditanya
tanya soal soal perkara apapun,” ujarnya.
Meski begitu, Zarof menegaskan bahwa informasi yang disampaikan oleh
Sultoni tersebut, tidak berkaitan dengan kasus penganiayaan hingga
menimbulkan kematian terhadap Dini Sera terkait Ronald Tannur.
Diketahui, dalam kasus ini, Zarof didakwa melakukan percobaan,
pembantuan, atau pemufakatan jahat menyuap hakim agung Soesilo yang
memimpin majelis kasasi perkara Ronald Tannur.
Jaksa mendakwa Zarof Ricar telah melanggar ketentuan yang diatur
dalam pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain Zarof dan Lisa Rachmat, tiga hakim putusan bebas untuk Ronald
Tannur pada tingkat pertama juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Para hakim tersebut berasal dari PN Surabaya, yaitu Erintuah Damanik,
Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Selain itu, ibu Ronald Tannur, Meirizka Wijadja, juga jadi terdakwa
dalam kasus ini, tulis tri. (tob).