Dialog

Sempat Gaduh Terkait PNBP: RDP Komisi V DPR RI Dengan BMKG

Jakarta, hariandialog.co.id.- Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara
Komisi V DPR RI dengan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati di Kompleks DPR/MPR RI, Senayan,
Jakarta, Selasa, 6 Mei  2025 berlangsung gaduh saat membahas
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

           Kegaduhan bermula ketika Dwikorita menjelaskan target PNBP
BMKG sebesar Rp 4,2 miliar untuk tahun 2025, padahal realisasi PNBP
tahun lalu tembus ratusan miliar. Adapun PNBP didapatkan BMKG dari
AirNav Indonesia atas pemberian informasi kondisi cuaca dan iklim
untuk penerbangan.

            Besaran PNBP mencapai 4 persen dari tarif Pelayanan Jasa
Penerbangan (PJP) yang diterima AirNav Indonesia. “Ini kami laporkan
memang sangat rendah Bapak, bukan tandingannya GMA dan UK, ya. Tapi
ada, kami laporkan itu nilainya Rp 4,2 miliar, bukan triliun, Pak.
Namun kita pernah mencapai lebih dari Rp 100 miliar tahun lalu, ya,”
kata Dwikorita dalam rapat itu.

          Ketua Komisi V DPR RI Lasarus bahkan mengatakan target
tersebut aneh lantaran seharusnya bisa diukur dalam situasi normal.
Jika alasannya karena dinamika yang tidak menentu, situasi saat
Covid-19 jauh lebih menantang.

         “Kalau ibu jawab begitu bukan cuma dia yang bingung, saya
juga ikut bingung. Kalau dalam situasi normal up down-nya pasti enggak
bakalan terlalu jauh putaran atas bawah. Yang menjadi pertanyaan kita
kenapa kok targetnya cuman Rp 4 miliar sekian,” tanya Lasarus kepada
Dwikorita.

         Dwikorita kembali menjelaskan. Ia mengatakan, target asli
PNBP tahun 2025 adalah Rp 94,5 miliar. Namun, target tersebut terkena
blokir sekitar Rp 90 miliar, sehingga totalnya hanya tersisa Rp 4
miliar lebih setelah rekonstruksi anggaran.

           Penjelasan kedua dari Dwikorita justru membuat Lasarus
kembali bingung. Pasalnya, mekanisme blokir seharusnya tidak terjadi
dalam penentuan target.  “Kan enggak ada urusan sama blokir
sebetulnya. Blokir (itu) kalau ibu menggunakan PNBP itu ada blokirnya,
ada istilah blokir, tidak blokir. Tapi kalau penerimaan enggak ada
istilah blokir. Itu kewajiban bu, kewajiban vendor kepada negara,
wajib untuk dibayar,” jelas Lasarus.

          “Ini gimana ini coba, saya tambah bingung, Ibu. Bingung yang
pertama tadi, ini bingung yang kedua,” tambahnya.

         Tak berhenti di situ, Dwikorita memutuskan untuk menjelaskan
ketiga kalinya. Dalam penjelasannya, Ia menyampaikan pagu anggaran
BMKG yang mencapai Rp 1,88 miliar setelah relaksasi, dari semula Rp
2,8 miliar. “Jadi ini semoga kami akan bisa merealisasikan sesuai
harapan,” beber Dwikorita, tulis kompas.  (dika-01)

By dialog

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *