Jakarta, hariandialog.co.id.- MELINDA, legalitas dan litigasi Musim
Mas Group, mengungkap alasan memilih Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF),
milik Ariyanto Bakri dalam menangani perkara korupsi pemberian
fasilitas ekspor CPO (crude palm oil), yang menyeret perusahaannya.
Menurut dia, salah satu poin penting dalam analisis AALF
adalah kemungkinan putusan ontslag atau putusan lepas. Sebab, menurut
mereka, meski ada perbuatan, tidak ditemukan unsur pidana, melainkan
hanya pelanggaran administratif. “Tim AALF menilai bahwa perbuatan itu
ada tapi bukan pidana. Karena itu, mereka melihat potensi putusan
lepas,” kata Melinda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN
Jakarta Pusat, Rabu, 24 September 2025.
Melinda yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa eks
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta beserta
tiga eks hakim Pengadilan Tipikor Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam
Syarif Baharudin, serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara
Wahyu Gunawan, menjelaskan bahwa AALF, melalui pengacaranya, Marcella,
mengirim proposal hukum setelah melihat pemberitaan mengenai putusan
kasasi terhadap individu yang berdampak pada status hukum korporasi.
Pada saat itu, Marcella menawarkan jasa hukum, yang
kemudian berujung pada pertemuan di Jakarta. Dalam pertemuan itu, tim
AALF memaparkan strategi hukum dan analisisnya. Setelah menyimak
paparan tersebut, Melinda menilai bahwa pendekatan mereka cukup logis
dan realistis. Karena itu, dia merekomendasikan AALF kepada direksi
Musim Mas Group.
Setelah mendapat persetujuan dari direksi, Musim Mas
menandatangani kontrak dan menyiapkan dokumen pendukung untuk langkah
hukum selanjutnya.
AALF, kata dia, juga menyusun strategi hukum berupa
gugatan PTUN menyoal laporan Ombudsman atas regulasi Kementerian
Perdagangan, serta gugatan perdata atas kerugian yang timbul dari
pelaksanaan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO).
Dalam perkara korupsi CPO, Wilmar Group, Musim Mas Group,
dan Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti total Rp 17,7
triliun, dengan rincian:
– Wilmar Rp 11,8 triliun
– Musim Mas Rp 4,8 triliun
– Permata Hijau Rp 937,5 miliar.
Namun, pada Maret 2025, majelis hakim yang diketuai
Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin sebagai anggota
memutus ketiga korporasi bebas dari tuntutan alias ontslag, tulis
tempo. (han-01)