Jakarta, hariandialog.co.id. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dr.
Yeni Trimulyani, SH,MH, meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Timur menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan
terdakwa kasus surat jalan palsu, Joko Soegiarto Tjandra alias Joe
Chan alias Djoko Tjandra.
Menurut jaksa Yeni Trimulyani, tidak ada poin dalam nota
keberatan yang secara prinsip mengubah pandangan jaksa terkait dugaan
pelanggaran pidana Djoko Tjandra. “Tidak ada hal-hal baru yang
prinsipil dapat menggoyahkan dakwaan yang telah kami bacakan pada
sidang sebelumnya,” kata Yeni saat membacakan tanggapan terhadap
eksepsi terdakwa, Jumat (23-10-2020).
Menurutnya, jaksa telah mengurai secara jelas dan cermat
rangkaian tindak pidana yang dilakukan oleh Djoko Tjandra dan
kroni-kroninya saat membuat surat jalan palsu itu.
Yeni mengatakan bahwa surat dakwaan itu telah memuat secara rinci
bagaimana rangkaian tindak pidana itu terjadi. “Misalnya, tanggal
terjadi tindak pidana surat jalan palsu itu.
Dalam surat dakwaan juga menjelaskan proses pertemuan terdakwa Anita
Kolopaking dengan Brigjen Prasetijo untuk mengurus kedatangan Djoko
Tjandra ke Jakarta. Selain itu, peran-peran dari para terdakwa juga
diklaim telah terurai dengan jelas dalam dakwaan,” jelas Yeni.
“Juga yang dipermasalhkan dalam surat keterangan pemeriksaan
Covid-19. Terdakwa tidak pernah diperiksa dan fakta-fakta itu tentunya
akan diungkap pada saat pemeriksaan pokok perkaranya,” terang Yeni.
Oleh sebab itu, Yeni pun meminta agar majelis hakim dapat
melanjutkan persidangan dalam perkara surat jalan Djoko Tjandra itu
untuk melanjutkan ke pokok perkara. “Apabila majelis hakim berpendapat
lain, mohon putusan yang seadil-adilnya, pada saat putusan sela,”
pintanya.
Sebelumnya jaksa mendakwa Djoko Tjandra bersama dua terdakwa
lain, yakni Anita Dewi Kolopaking dan Brigjen Prasetijo Utomo
menerbitkan surat jalan palsu untuk memuluskan pengajukan Peninjauan
Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Permohonan sempat ditolak pada April 2020, lantaran sesuai
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012, pemohon harus
hadir untuk mendaftarkan sendiri.
Sementara dalam eksepsinya, Djoko Tjandra salah satunya mempersoalkan
soal penulisan nama yang dinilai salah dan tidak cermat.(cnni/tob).