Tentang Polisi Penyidik Utama: Praktisi Hukum Soroti Revisi UU No.8 Tahun 1981
Jakarta, hariandialog.co.id.-Revisi terhadap UU No.8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana atau Revisi KUHAP menjadi sorotan sejumlah
praktisi maupun akademisi hukum di Tanah Air, salah satunya Dosen
Fakultas Hukum Universitas Trisakti Maria Silvy. Ia mengkritisi soal
Bab II RKUHAP yang memuat tentang penyelidikan dan penyidikan.
Dia menjelaskan pada Pasal 5 sampai dengan Pasal 59
disebutkan bahwa penyidik Polri adalah penyidik utama untuk melakukan
semua penyidikan tindak pidana, yang dinilai kewenangan tersebut
berbahaya. “Saya dari akademisi mengatakan bahwa ini sangat berbahaya
kalau semuanya full pada institusi kepolisian,” kata dia saat menjadi
pembicara Diskusi Publik: Masa Depan Sistem Peradilan Pidana di
Indonesia, yang dikutip dari Youtube PBHI Nasional, pada Kamis, 3
April 2025.
Dosen Universitas Trisakti ini berpendapat bahwa penyidik
Polri menjadi penyidik utama akan berdampak pada mekanisme pembuktian.
Mengingat bahwa mekanisme pembuktian diatur dalam beberapa ketentuan
undang-undang tindak pidana korupsi atau tipikor, UU KPK, kemudian
tindak pidana pencucian uang dikenal dengan mekanisme pembuktian
pembalikan beban pembuktian berimbang. Sehingga bila semua proses
penyidikan mau diatur oleh penyidik Polri, maka harus senapas juga
dengan hukum pembuktiannya.
Sayangnya, kata Maria, revisi KUHAP sama sekali tidak diatur
tentang itu, yang diatur adalah pembuktian mengenai perbuatannya,
sedangkan untuk pembuktian aliran dana diatur dalam undang-undang
khusus. Atas dasar itu, menurut dia, terlalu berlebihan jika penyidik
polri dikatakan sebagai penyidik utama karena nantinya akan berdampak
pada mekanisme pembuktian, tulis tempo. (dika-01)