Bogor, hariandialog.co.id. – Pembukaan lahan di area perkebunan teh
PTPN VIII, Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB) untuk wisata jadi
sorotan di media sosial.
Belakangan diketahui, pembukaan lahan di kebun teh itu dilakukan untuk
proyek camping ground salah satu jenama outdoor asal Indonesia.
Saat ini, proyek itu sudah disegel Satpol PP Jawa Barat
karena lokasinya disebut-sebut berada di dekat area Gunung Tangkuban
Parahu.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi pun turut menyoroti masalah
tersebut karena khawatir bakal terjadi kerusakan lingkungan yang
berimbas kepada bencana alam. “Kalau saya gini, kan itu kalau dari
sisi aspek normatifnya sudah ada izinnya. Saya lihat ya. Walaupun
Bupatinya mengatakan, ‘oh, belum, pak, katanya, karena saya belum
lihat barcode-nya’. Tetapi izin dan tidak ada izin kan kita harus
mempertimbangkan apa yang akan terjadi kemudian,” katanya di Gedung
Pakuan, Minggu, 30 Maret 2025, malam.
“Karena gini, kalau sudah terjadi bencana, tidak akan bisa
dibedakan mana yang ada izin dan mana yang tidak ada izin. Karena
belum tentu juga jaminan tidak ada bencana. Bencana itu bisa terjadi
kapan saja,” tambahnya.
Dedi Mulyadi pun berencana akan membentuk tim pakar untuk
mengkaji permasalahan tersebut. Sehingga kemudian, hasil kajiannya
bersifat ilmiah dan bisa menjadi rekomendasi untuk dinas berwenang.
“Jadi nanti akan ada tim pakar Yang akan mengevaluasi seluruh kegiatan
pertambangan ilegal, seluruh kegiatan-kegiatan pengembangan wisata
yang menggunakan daerah-daerah puncak atau perbukitan. Nah nanti biar
mereka yang menyimpulkan, jangan saya,” ungkapnya.
“Sehingga kalau kemudian hasil kesimpulannya bahwa itu akan
menimbulkan problem lingkungan, baik banjir, kemudian meningkatnya
suhu udara, kemudian juga longsor, maka ya itu keputusannya keputusan
pakar. Dan pakar itu memberikan rekomendasi kepada dinas teknisnya,”
tutur Dedi Mulyadi menambahkan.
Dari hasil pemantauannya di lapangan, area camping ground di
sana sudah berbentuk proyek yang dibeton. Kemudian, lokasinya juga ada
di ketinggian yang menurut Dedi berpotensi suatu saat menimbulkan
bencana alam.
Menutup pernyataannya, Dedi Mulyadi menegaskan tidak ingin
membuat ketidakpastian di kalangan dunia usaha. Tapi di sisi lain, ia
juga ingin jaminan bahwa aktivitas seperti itu tidak sampai
menimbulkan risiko yang berpotensi terjadinya bencana alam. “Nanti tim
harus bekerja, biarkan nanti yang mempertanggungjawabkan aspek
studinya adalah pakar bukan saya, bukan dinas teknis. Karena nanti
sudut pandangnya Kepentingan. Nanti tidak objektif, biarkan ahli yang
menetapkan itu daerah rawan bencana atau tidak,” katanya.
“Mudah-mudahan bisa cepat lah. Saya juga tidak mau membuat
ketidakpastian kalangan dunia usaha, kan semuanya harus pasti. Tetapi
juga saya harus memberikan jaminan keyakinan pada warga bahwa ini
tidak bermasalah,” pungkasnya, tulis dtc. (anara-01).