Jakarta, hariandialog.co.id.- Kelompok aktivis di Sumatera Utara
mendesak penyelidikan menyeluruh terkait dugaan konversi lahan ilegal
oleh PTPN, menggemakan keprihatinan yang diungkapkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengenai praktik serupa
di Jawa Barat.
Pengungkapan terbaru oleh Komisi VI DPR RI telah
mengekspos PTPN, sebuah perusahaan perkebunan milik negara, yang
diduga melakukan konversi lahannya dari penggunaan pertanian menjadi
usaha real estat yang menguntungkan.
Praktik ini, yang awalnya disorot di Puncak, Bogor, Jawa
Barat, di mana ratusan hektar lahan Hak Guna Usaha (HGU) disewakan
kepada pihak ketiga untuk pembangunan rekreasi dan perumahan, telah
memicu kemarahan dan seruan untuk pertanggungjawaban.
PTPN, melalui anak perusahaannya PT Nusantara Dua
Propertindo (NDP), bekerja sama dengan Ciputra Development Tbk, diduga
telah menjual ratusan hektar lahan HGU yang diperuntukkan bagi
perkebunan untuk membangun ribuan toko mewah dan unit perumahan.
Pembangunan ini, menurut mereka, melibatkan penggusuran
paksa penduduk yang telah bermukim selama puluhan tahun tanpa
kompensasi yang memadai.
Beberapa tokoh terkemuka, termasuk Saharuddin
(Koordinator, Gerakan Rakyat Berantas Korupsi – Gerbrak Sumut), Ratama
Saragih (Walikota, Lumbung Informasi Rakyat – LIRA Kota Tebingtinggi),
Indra Minka (Ketua, Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup – LKLH Sumut),
dan Abyadi Siregar (Direktur, MATA Pelayanan Publik), telah
menyuarakan keprihatinan mereka.
Mereka menyoroti isu-isu penting berikut: – Konversi
Lahan Ilegal: Konversi lahan HGU, yang secara hukum diperuntukkan bagi
tujuan pertanian (sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960), menjadi
real estat komersial merupakan pelanggaran hukum Indonesia yang jelas.
Penggusuran Paksa:
Warga yang telah menempati lahan tersebut selama puluhan
tahun digusur paksa untuk memberi jalan bagi pembangunan mewah. –
Dugaan Korupsi: Para aktivis mencurigai adanya unsur
korupsi yang signifikan yang melibatkan mafia tanah di dalam PTPN dan
mitranya. – Kerusakan Lingkungan: Pembangunan berskala besar
kemungkinan telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.
Sahrudin aktivis di Sumatera Utara Dedi Suang Lokasi-lokasi
Khusus yang Menjadi Perhatian Para aktivis menunjukkan empat lokasi
utama di Kabupaten Deli Serdang tempat dugaan aktivitas ilegal ini
terkonsentrasi: – CitraLand Gama City (Jalan Willem Iskandar, Medan) –
Jewel Garden (Jalan Metrologi, Percut Sei Tuan) – CitraLand City
(Jalan Irian Barat/Jalan Kesuma, Desa Sampali) – CitraLand Helvetia
(Jalan Kapten Sumarsono, Labuhan Deli) Perkembangan ini menampilkan
ratusan toko dan rumah mewah, dengan harga berkisar antara Rp 2 miliar
hingga Rp 7 miliar per unit.
Abyadi Siregar, mengacu pada PP Nomor 18 Tahun 2021,
berpendapat bahwa hak HGU PTPN kemungkinan telah dicabut karena tidak
mematuhi peraturan. Perusahaan tersebut gagal memenuhi kewajibannya,
termasuk pengelolaan lahan yang tepat, perlindungan lingkungan, dan
larangan pengalihan penggunaan lahan HGU kepada pihak ketiga.
Ia mendesak Menteri ATR BPN, Nusron Wahid, untuk segera
mencabut hak HGU PTPN. Seruan mendesak para aktivis kepada Komisi VI
DPR RI adalah untuk melakukan investigasi langsung di Sumatera Utara
guna mengungkap sepenuhnya dugaan perampasan lahan, korupsi, dan
pelanggaran hak asasi manusia.
Mereka percaya bahwa investigasi serupa dengan yang
dilakukan di Jawa Barat sangat penting untuk mengungkap kebenaran dan
meminta pertanggungjawaban pihak yang bertanggung jawab.
Skala dugaan aktivitas ilegal dan potensi korupsi yang
meluas menuntut tindakan yang cepat dan tegas. Kegagalan untuk
bertindak akan memperkuat keberanian mereka yang terlibat dalam
praktik serupa di seluruh Indonesia, tulis pr medan.(alfi-01)